TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Tapir (Tapirus Indicus) merupakan hewan dilindungi. Namun di Kuantan Singingi hewan yang dikelompokkan ke dalam ordo Perisodactyla ini, ditemukan tewas dibunuh secara kejam, di Kecamatan Logas Tanah Darat, Senin (14/12/2020)
Aktivis Komunitas Pencinta Satwa Liar dan Hewan Dilindungi Kuantan Singingi, Jhan Fredy Butar-butar kepada KuansingKita mengungkapkan Tapir yang dibunuh secara kejam ditemukan dalam kondisi leher dan bagian perut luka seprti ditembus peluru senjata api, belum lagi bagian tubuh lainnya penuh sayatan pisau.
Hewan herbivora yang makan daun muda di sepanjang hutan dan pinggiran sungai ini ditemukan tewas dibunuh di kebun karet warga, di kawasan Gunung Medan, Dusun 2, Desa Perhentian Luas, Senin sekitar pukul 09.00 wib. Saat ditemukan hewan ini diperkirakan sudah tewas 8 jam sebelumnya.
Jhan Fredy kepada KuansingKita mengatakan pihaknya sudah menghubungi BKSDA Provinsi Riau untuk menginvestigasi pelaku pembunuhan. Menurut Jhan Fredy pelaku pembunuhan harus ditemukan. Pasalnya Tapir ini termasuk hewan yang dilindungi, sehingga pelalu pembunuhan harus mendapat jeratan hukum.
Berdasarkan catatan yang dirangkum KuansingKIta, penggolongan Tapir sebagai hewan yang dilindungi di Indonesia diatur dalam lampiran PP Nomor 7 Tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa. Selain itu, ada larangan perlakuan secara tidak wajar dalam Pasal 21 ayat (2) UU 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya
Dalam pasal 21 ayat (2) UU nomor 5 tahun 1990 disebutkan. Setiap orang dilarang untuk (a). menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup; (b). menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan mati;
(c). mengeluarkan satwa yang dilindungi dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia; (d). memperniagakan, menyimpan atau memiliki kulit, tubuh atau bagian-bagian lain satwa yang dilindungi atau barang-barang yang dibuat dari bagian-bagian satwa tersebut atau mengeluarkannya dari suatu tempat di Indonesia ke tempat lain di dalam atau di luar Indonesia;
(e). mengambil, merusak, memusnahkan, memperniagakan, menyimpan atau memiliki telur dan/atau sarang satwa yang dilindungi. Sanksi pidana bagi orang yang sengaja melakukan pelanggaran pasal 21 ayat (2) adalah pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah). Sanksi pidana ini diatur dalam pasal 40 ayat [2] UU 5 tahun 1990.
Karena itu kata Jhan Fredy BKSDA Provinsi Riau harus menemukan pelaku pembunuhan dan mereka harus mendapatkan jeratan hukum. Setidaknya ini untuk mengedukasi warga agar tidak semena-mena membunuh hewan yang dilindungi. ” Pelaku pembunuhan harus ditemukan dan mendapatkan sanksi hukum,” tandas Jhan Fredy (smh)