Kalau saja para anarkis yang terlibat dalam kelompok Nihilis Rusia di era Tsar, tidak membunuh Kaisar Alaxander II pada tahun 1881, atau juga pemuda 28 tahun tokoh anarkis Leon Czolgosz tidak brutal hingga membunuh presiden Amerika Serikat, William McKinley pada September 1900, mungkin saja anarkisme hanya diterjemahkan sebagai filsafat politik belaka.
Seyogyanya memang demikian, Anarkisme suatu paham atau filsafat politik yang percaya bahwa manusia sebagai anggota masyarakat akan membawa pada manfat yang terbaik bagi semua jika tanpa diperintah. Anarkisme menyuarakan suatu keyakinan bahwa manusia pada hakikatnya adalah makhluk yang secara alamiah mampu hidup secara harmoni dan bebas tanpa intervensi kekuasaan.
Filsafat anarkisme diperkenalkan Gerald Wistanle dan William Godwin pada abad ke 17. Kelompok anarkisme berpandangan ketika Tuhan menciptakan bumi, tidak terdapat satu kata pun yang diucapkan sejak awal bahwa sekelompok umat manusia berhak berkuasa atas yang lain, tapi imajinasi yang egoislah yang membuat manusia merasa dapat mengatur dan memerintah yang lain.
Gagasan Wistanle ini berpijak pada pemikiran radikal Inggris Kuno pada zaman Pemberontakan Petani (Peasants’ Revolt) pada tahun 1381. Karena itu, anarkisme disebut sebagai filsafat politik yang menganjurkan masyarakat tanpa negara. Buruk memang, bagi para anarkis negara menjadi tidak diinginkan, tidak perlu, atau berbahaya.
Dari paham anarkis ini, berkembang menjadi beberapa turunan, seperti Anarkisme-kolektif, Anarkisme komunis, Anarko Sindikalisme, Anarkisme individualis, serta varian lainnya seperti Pasca-anarkisme, Anarki pasca-kiri, Anarka-Feminisme, Eko-Anarkisme, dan Anarkisme insureksioner. Namun yang paling terkenal adalah Anarko-Sindikalisme.
Anarko sindikalisme adalah cabang anarkisme yang berkonsentrasi pada gerakan buruh. Dalam peringatan May Day 1 Mei 2019 di Bandung kelompok Anarko Sindikalisme ditangkap, mereka digunduli, ada beberapa dari mereka perempuan bahkan ada juga anak dibawah umur. Kelompok yang memakai baju hitam di peringatan May Day itu di-sweeping dalam kerumunan buruh.
Siapa sebenarnya mereka.Kalau di negara lain, inilah kelompok yang beranggapan bahwa perang melawan kapitalisme harus bersama juga berperang melawan institusi kekuasaan politik. Anarko Sindaklisme tidak mau berpaling dari pandangan tokoh utamanya Rudolf Rocker yang beranggapan bahwa eksploitasi ekonomi selalu bekerjasama dengan penindasan sosial politik.
Anarko Sindikalisme berpandangan bahwa serikat buruh merupakan kekuatan yang potensial untuk menuju revolusi sosial, menggantikan kapitalisme dan negara dengan tatanan masyarakat baru yang mandiri dan demokratis oleh kelas pekerja. Kelompok ini memandang serikat buruh berpotensi sebagai kekuatan revolusioner untuk perubahan sosial. Sehingga anarko sindikalisme berkonsentrasi pada gerakan buruh.
Anarko-Sindikalisme bergerak bersama buruh untuk menghapuskan sistem kerja-upah atau menghapus kepemilikan pribadi terhadap alat produksi, yang menurut mereka menuntun pada pembagian kelas. Anarko-Sindikalisme merupakan aliran gerakan anarki yang populer dan aktif hingga hari ini. Kelompok ini memiliki pendukung yang tergabung dalam berbagai organisasinya di berbagai belahan dunia.
Memang benar, kelompok yang mengusung faham anarko sindikalis ini awalnya tumbuh di Rusia, namun faham anarko dengan cepat menjalar ke Eropa, Amerika Selatan dan Asia. Ini bermula ketika pada akhir abad ke 19, diskursus anarkisme mulai terbuka. Lalu pemikir seperti Max Stirner, Pierre Josheph Proudhon dan Michael Bakunin menghadirkan langsung gagasan mereka di hadapan kaum buruh.
Di Amerika muncul nama Emma Goldman yang meramu buah pikir Stirner dan komunisme Kropotkin. Ada juga Alexander Berkmen. Dua sahabat ini kemudian diasingkan pemerintah AS ke Rusia. Sedangkan di Italia ada Errico Malatesta. Lantas di Indonesia siapa ??. Sampai saat ini tampaknya belum ada nama yang mencuat.
Namun, seperti dilansir Tempo.co, dosen Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, AB. Widyanta mengatakan Gerakan Anarko Sindikalis mendapat stigma atau cap mirip Komunisme. Gerakan itu melawan fundamentalisme pasar atau kapitalisme yang sangat masif di Indonesia.
Dosen yang mengajar teori-teori sosiologi dan sosiologi lingkungan ini menyebutkan kerap berdiskusi dengan aktivis Anarko. Spirit perjuangan mereka adalah memperjuangkan buruh dan melawan kapitalisme global yang mendera berbagai lini kehidupan. “Gerakan pembebasan buruh menjadi ruh mereka,” kata Widyanta.
Anggota gerakan Anarko Sindikalis, punya militansi melawan kapitalisme, misalnya industri yang merusak lingkungan hidup dan pelanggar Hak Asasi Manusia. Kebanyakan dari mereka terjun langsung dan punya pengalaman menghadapi konflik agraria atau penyerobotan tanah atas nama infrastruktur. “Idenya sama dengan yang diusung Marxisme,” ujar Widyanta.
Kalau di Indonesia sudah seperti ini, wajar juga rasanya Kapolri Jenderal Tito Karnavian akan mengajak BIN untuk mendalami Anarko Sindikalis di Indonesia.***
Said Mustafa Husin : Penulis Kompasiana, Pencinta Filsafat, Penulis Profil Tokoh dan Daerah, Pemerhati Kebijakan dan Wacana Sosial, Environmental Activist dan Pemimpin Redaksi KuansingKita