Pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung oleh rakyat merupakan sarana perwujudan kedaulatan rakyat guna menghasilkan pemerintahan demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemilihan secara langsung oleh rakyat merupakan salah satu elemen terpenting untuk merawat kedaulatan rakyat. Sebab pemilihan secara langsung oleh rakyat telah meletakkan rakyat pada titik utama sebagai pihak pemegang kedaulatan.
Namun pemilihan secara langsung saja belum akan menjamin kualitas demokrasi. Pemilihan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil dapat terwujud apabila dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu yang mempunyai integritas, profesionalitas, dan akuntabilitas.
Dalam UU Pemilu disebutkan bahwa penyelenggara pemilu terdiri dari Komisi Pemilihan Umum (KPU), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Tiga lembaga ini merupakan satu kesatuan fungsi dengan porsi tugas yang berbeda.
KPU memiliki fungsi sebagai pelaksana teknis tahapan pemilu. Bawaslu memiliki fungsi pengawasan dari semua pokok tahapan, dimana yang diawasi mulai dari peserta pemilu, masyarakat maupun penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU.
Sementara DKPP, memiliki fungsi menjaga etika penyelenggara pemilu baik KPU atau Bawaslu. Ini dilakukan agar penyelenggara pemilu terjaga integritasnya dan dipercaya masyarakat. Kode etik sebagai salah satu cara menjaga etika penyelenggara pemilu.
Begitu pentingnya nilai integritas, profesionalitas dan akuntabilitas bagi penyelenggara pemilihan. Semua ini untuk mewujudkan hasil pemilihan yang berkualitas secara demokratis. Sebab pemilihan secara langsung merupakan perwujudan kedaulatan rakyat
Untuk itu, masyarakat mendapatkan peran dalam pengawasan penyelenggaraan pemilihan secara langsung. Masyarakat tidak sekedar menggunakan hak pilih saja tapi ada tanggung jawab dalam mengawal demokrasi pada setiap tahapan pemilihan
Pengawasan partisipatif merupakan strategi untuk melibatkan masyarakat secara aktif dalam pengawasan dengan tujuan menekan potensi pelanggaran Pemilu. Masyarakat berhak untuk menyampaikan hasil pemantauan atas pemilu dan menyampaikan laporan terkait dugaan pelanggaran pemilu.
Dengan adanya peran aktif masyarakat dalam mengawasi setiap tahapan pemilihan diharapkan pelanggaran akan semakin berkurang. Tentu saja, harapan lainnya, peran aktif masyarakat akan membuat proses pemilihan berjalan secara jujur dan adil.
Pengawasan partisipatif merupakan bagian dari manifestasi kedaulatan rakyat dalam mengawal demokrasi. Karena itu, pada setiap tahapan pemilihan, dibuka ruang partisipasi politik masyarakat, kepedulian masyarakat, agar proses pemilihan berjalan secara jujur dan adil.
Pentingnya partisipasi masyarakat dalam Pemilu, sama pentingnya dengan upaya memperdalam proses demokrasi di tingkat akar rumput. Jika prasyarat standar demokrasi adalah terlaksananya Pemilu, maka partisipasi pengawasan adalah salah satu indikator kualitas demokrasi.
Kendati begitu, ada juga yang perlu difahami pihak penyelenggara. Pihak penyelenggara tidak hanya sebatas melaksanakan tahapan-tahapan pemilihan tapi juga punya tanggung jawab untuk mengarahkan masyarakat ke kondisi rasional
Ini dilakukan penyelanggara dengan membuka ruang publik untuk melibatkan partisipasi masyarakat dalam pengawasan pada setiap tahapan. Diskursus ruang publik ini yang akan mengarahkan masyarakat ke kondisi rasional
Tujuannya agar masyarakat dan para subjeknya bergerak berdasarkan pada rasionalitasnya serta sesuai dengan kebutuhan komunikatif dan instrumental manusia. Jadi masyarakat bukan bergerak atas dasar dominasi, manipulasi ataupun untuk kepentinmgan politik tertentu
Partisipasi masyarakat dalam melakukan pengawasan saat ini merupakan kunci utama untuk mendapatkan hasil pemilihan yang berkualitas. Jangan diam saja, jika ditemukan pelanggaran pada setiap tahapan. Bersuaralah untuk setiap pelanggaran yang dilakukan penyelenggara. Itulah peran masyarakat (said mustafa husin)