TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Menjelang pilkada seharusnya KPU semakin berupaya membangun kepercayaan publik. Namun yang terjadi justeru kepercayaan publik kini tergerus kepada KPU khususnya KPU RI.
Pasalnya Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari diduga melakukan pelecehan seksual kepada perempuan berinisial CAT. Kasus ini kini ditindaklanjuti Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP)
Dikutip dari CNN Indonesia, CAT adalah perempuan petugas Penyelenggaran Pemilu Luar Negeri (PPLN) Den Haag. Hasyim dilaporkan ke DKPP karena CAT risih sering didatangi Hasyim di Den Haag
Kuasa Hukum korban CAT, Aristo Pangaribuan menyebutkan Hasyim diduga bolak-balik ke Den Haag menggunakan fasilitas KPU. Hasyim melakukan hal itu untuk mendekati seorang anggota PPLN Den Haag.
Menyikapi kasus Ketua KPU Hasyim Asy’ari ini, belasan organisasi dan pegiat kepemiluan menyurati DKPP. Mereka mendesak DKPP memberikan sanksi maksimal bagi Ketua KPU RI, Hasyim Asy’ari
” Kami mendukung dan mendorong DKPP untuk berani mengambil tindakan tegas dalam menjatuhkan putusan dengan sanksi etik yang maksimal dan mengandung efek jera,” demikian pernyataan para aktivis di surat terbuka tertanggal Kamis (13/6) itu.
Para aktivis berpendapat kekerasan terhadap perempuan adalah tindakan yang tidak dapat dimaafkan dan dibenarkan. Apalagi ini dilakukan oleh penyelenggara pemilu sehingga tidak sejalan dengan prinsip kode etik dan pedoman penyelenggara pemilu
” Ini menciderai nilai-nilai demokrasi, melanggar hak asasi manusia, serta amat tidak sejalan dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam kode etik dan pedoman perilaku bagi penyelenggara pemilu,” tulis para aktivis.
Dalam surat terbuka juga disebutkan penyelenggara pemilu berinteraksi intensif dengan banyak perempuan, baik dari kelompok pemilih, peserta pemilu, pemantau media, organisasi kemasyarakatan, lembaga dan instansi pemerintahan, dan sebagainya.
Oleh sebab itu, kata mereka, penyelenggara pemilu yang melakukan kekerasan terhadap perempuan tidak layak mendapat tempat dalam keanggotaan ataupun menjadi bagian dari kelembagaan penyelenggara pemilu.
Surat ini dibuat oleh guru besar Perbandingan Politik Universitas Airlangga sekaligus anggota KPU RI periode 2001-2007 Ramlan Surbakti, Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) Mike Verawati;
Terlibat juga dalam pembuatan surat, Indonesia Corruption Watch (ICW), International NGO Forum on Indonesian Development (INFID) Misthohizzaman, Ika Agustina dan Listyowati dari Kalyanamitra dan sejumlah organisasi lainnya.
Dalam sidang tertutup ini, DKPP juga mendalami dugaan Ketua KPU Hasyim Asy’ari menggunakan fasilitas negara dalam kasus asusila ini. Beberapa pihak diperiksa sebagai saksi, termasuk Sekjen KPU, Kesekretariatan, hingga selebritas Desta Mahendra.
Semoga saja, hal yang membuat kepercayaan publik tergerus kepada penyelenggara pemilu (pilkada) tidak terjadi di KPU Kuansing. Pasalnya kondusifitas pilkada Kuansing yang akan digelar November 2024 mendatang sangat ditentukan oleh sikap dan kebijakan KPU Kuansing. (smh)
FOTO ANTARA