Sejak beberapa pekan belakangan ini, jajaran Polres Kuansing menggencarkan razia penambangan emas ilegal. Razia ini dilakukan secara masiv di banyak titik di wilayah Kuantan Singingi atau di wilayah hukum Polres Kuansing
Kita tentu harus memberikan apresiasi untuk polisi. Sebab PETI (Pertambangan Tanpa Izin) terutama penambangan emas ilegal memang sudah sangat merusak lingkungan. Kerusakan ini sangat terlihat dari aktivitas penambangan di Sungai Kuantan.
Akibat penambangan emas ilegal ini, ada banyak titik pendangkalan ditemukan di sepanjang aliran Sungai Kuantan. Di kawasan Lubuk Tilan misalnya. Dulu lubuk yang menjadi habitat satwa air ini terkenal sangat dalam. Kini Lubuk Tilan nyaris tak ada lagi karena sudah tertutup hamburan pasir aktivitas PETI
Meskipun polisi sudah ratusan kali melakukan razia di banyak titik serta menangkap para pelaku dan dijebloskan ke penjara, herannya aktivitas penambangan emas ilegal ini tetap saja tak berhenti
Padahal selain sanksi pidana yang mengancam, dalam aktivitas penambangan emas ilegal ini juga sudah banyak insiden yang terjadi. Tidak tanggung-tanggung insiden ini berujung maut merenggut nyawa para pekerja
Di awal tahun 2000 lalu, sejumlah pekerja PETI berlarian terjun ke Sungai Singingi saat digelar razia PETI. Ternyata ada diantara mereka yang tidak bisa berenang lalu tewas tenggelam di Sungai Singingi
Di Hulu Kuantan seorang remaja tewas tenggelam saat bekerja. Begitu juga di Serosa yang masih dalam wilayah Hulu Kuantan, sejumlah pekerja tewas tertimbun longsoran tanah. Namun insiden yang merenggut nyawa ini tak membuat nyali para pekerja ciut malah mereka seakan tak peduli
Praktisi hukum Rizki Poliang kepada KuansingKita pernah mengungkapkan pekerja itu hanya semata-mata mencari nafkah untuk menghidupi keluarga, mereka bukan berniat melakukan pengrusakan lingkungan tapi semata-mata untuk mencari nafkah sehingga perlu dipertimbangkan untuk menangkap mereka
Namun pandangan Rizki Poliang ini tentu tidak pula sepenuhnya benar. Memang hukum mengenal azas kausalitas. Hanya saja dalam pasal 158 UU No 3 tahun 2020 tentang perubahan atas UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara sanksi pidana itu diberikan kepada setiap orang
Artinya setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak Rp 10 Milyar.
Pekerja itu termasuk ke dalam penafsiran “setiap orang”, tidak peduli apakah mereka bekerja tanpa berniat merusak lingkungan tapi sekedar mencari nafkah untuk menghidupi keluarga, mereka tetap mendapatkan sanksi pidana karena mereka bekerja dalam usaha penambangan tanpa izin
Kita tidak akan menyalahkan polisi menangkap para pekerja. Alasannya seperti tadi, pekerja itu masuk dalam penafsiran setiap orang. Namun demikian, menangkap para pekerja saja tentu tidaklah menyelesaikan masalah
Inilah yang perlu menjadi kajian polisi dalam memberantas PETI di wilayah Kuansing. Mungkin metoda yang diterapkan perlu diubah, kalau dulu targetnya pekerja, mungkin ke depan targetnya diubah menjadi pemilik modal
Bayangkan, razia PETI ini sudah digencarkan sejak awal tahun 2000, nyatanya sampai hari ini aktivitas penambangan emas illegal di Kuansing justeru semakin marak. Ini disebabkan pemodalnya bebas berkeliaran dan kemudian mencari pekerja baru dan membuka usaha ilegal lagi. Itulah yang membuat PETI tak kunjung terbasmi
Kini pertanyaannya kenapa polisi terkesan seakan mengelak untuk menangkap pemodal. Padahal untuk nenangkap pemodal tentulah tidak sulit. Apakah karena ada “Jarum di dalam PETI” sehingga salah tangkap bisa tertusuk jari sendiri, walahualam
Namun kita sebagai masyarakat Kuansing tentu sangat berharap kedepan polisi menangkap para pemodal PETI, merekalah biang masalahnya. Merekalah otak dari pengrusakan lingkungan di Kuansing. Mereka wajib ditangkap*****