TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Pakar lingkungan hidup Dr Elviriadi sudah sangat mencemaskan kondisi lingkungan hidup di Bumi Riau.
Sungai-sungai yang tercemar oleh keserakahan aktivitas kapitalis yang disebutnya sebagai neo imprealis, begitu juga hutan-hutan yang gundul oleh keserkahan manusia
Karena itu, Dr Elviriadi sangat berharap datangnya Hang Jebat Ekologis di Bumi Riau. Namun harapan itu tak ubahnya seperti “ Menanti Godot” dalam karya besar Samuel Becket
Dalam bukunya “Melawan Tirani Ekologis”, Dr Elviriadi menyelipkan judul “ Mencari Hang Jebat Ekologis”. Di sini Dr Elviriadi memperkenalkan kebesaran pemikiran tokoh Hang Jebat
Judul ini dimulai dengan introduce yang sangat berpadan. Ia menyebutkan, Tersebab Jebat, sejarah melayu mewarisi pemikiran yang memukau. Dari kebiasaan setia tanpa nalar kepada Sultan, Hang Jebat merangkai logika sehat.
“Raja alim raja disembah, raja zalim raja disanggah,” begitu bunyi petuah Hang Jebat yang dikutip Dr Elviriadi
Masih di alinea yang sama Dr Elviriadi menyebutkan, Hang Jebat telah mewariskan akal budi melayu menjadi paripurna. Hang Jebat telah berhasil mengisi watak pengalah anak melayu dengan kata “lawan”
Lantas siapa sosok Hang Jebat kontemporer dalam pandangan Dr Elviriadi. Dalam buku setebal 245 halaman itu, Elviriadi mengakui sosok Hang Jebat kontemporer sempat ditemukannya dalam sepak terjang Tabrani Rab di era 80an.
“ Di era 80an, Tabrani sngat rajin menulis dan mengekspose “ambrukisasi” lingkungan di Bumi Riau,” kata Dr Elviriadi
Sayangnya, timpal Elviriadi lagi, di ujung jalan Tabrani Rab berubah wujud menjadi “Hang Tuah”. Tabrani ditunjuk sebagai Ketua DPOD (Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah). Padahal ketika itu semangat “lawan” dari putik mulai bersemi meniadi bunga
Kemudian muncul lagi sosok Hng Jebat dalam semangat kaum muda seperti Scale Up, Jikalahari, Walhi dan para aktivis lingkungan. Sayngny kata Elviriadi speak terjang kaum muda ini tak mampu memporak-porandakan istana Sultan seperti yang dilakukan Hang Jebat
Elviriadi berpandangan gerakan kaum muda ini terputus-putus atau diskontinuitas serta sangat terbatas untuk apa yang hanya disetujui dalam program yang diskenariokan. Akibatnya koordinasi ke publik menjadi lamban
Dalam krisis ekologi yang makin menggila, Elviriadi menyesalkan siakp orang melayu termasuk pemimpin melayu yang masih mengandalkan atau berkutat pada karya seni pragmatis-individualis
“ Karya seni pragmatis individualis itu kering dari aksi pembelaan,” kata Elviriadi
Saat ini menurut Elviriadi yang diinginkan anak melayu Riau adalah formulasi kebudayaan dan gerakan “neo melayu” dengan semangat Hang Jebat. Ini katanya untuk mempertahankan hutan tanah yang tersisa
“ Semangat Hang Jebat diperlukan untuk mempertahankan hutan tanah yang tersisa demi anak kemenakan dan kampung halaman,” kata Elviriadi
Apalagi tandas Elviriadi, dalam Tetuah Melayu dikatakan hutan tanah adalah simbol marwah dan tuah negeri. Hilang hutan hilang budaya, hilang budaya hilang jati diri
Karena itu di Bumi Riau ini peranggahan atau over eksploitasi atau penggundulan hutan tidak dibenarkan karena melanggar Tetuah Melayu. Namun kenyataannya penggundulan hutan tetap saja terjadi
“Penggundulan hutan tetap saja terjadi di Bumi Riau. Ini disebabkan anak melayu hari ini tidak ada yang mewarisi semangat Hang Jebat,” kata Elviriadi (smh)