TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Dewan Pendidikan Provinsi Riau akhirnya memenuhi janjinya untuk turun melakukan investigasi terkait penjulan LKS (lembar kerja siswa) yang dilakukan sejumlah sekolah di Kuansing
Anggota Dewan Pendidikan Provinsi Riau, Ir H. Fendri Jaswir, MP kepada KuansingKita mengatakan pihaknya telah turun melakukan investigasi ke Kuansing, Senin (27/9/2021) kemaren
Dari investigasinya ke sejumlah sekolah terungkap bahwa benar telah terjadi penjualan LKS terhadap siswa di sejumlah sekolah. Namun penjualan itu bukan dilakukan pihak sekolah tapi oleh Komite Sekolah berdasarkan rapat dan persetujuan orang tua siswa.
”Berdasarkan pengakuan kepala sekolah, benar telah terjadi penjualan LKS. Namun yang melakukannya komite, bukan pihak sekolah, ” ujar Fendri Jaswir usai bertemu sejumlah pihak di SMAN 1 Telukkuantan.
Diuraikan Fendri, berdasarkan keterangan puhak sekolah, sebelum LKS dijual, pihak komite sekolah mengadakan rapat dengan sejumlah orang tua dan wali murid. Mereka minta persetujuan untuk penjualan LKS demi kelancaran belajar mengajar siswa.
Para orang tua atau wali murid yang hadir dalam rapat dengan pihak komite sekolah semua menyatakan setuju. Bahkan dalam rapat itu disepakati juga, untuk orang tua yang tidak mampu, tidak dipaksakan untuk membeli.
Kendati demikian, Fendri kepada KuansingKita mengaku pernah dihubungi sejumlah orang tua siswa yang keberatan dengan harga Rp 325.000 untuk per lembar LKS. Keberatan ini dikaitkan dengan kondisi ekonomi di masa pandemic
”Di masa pandemi ini, berat bagi kami membeli LKS Rp 325.000,” kata Fendri menirukan keberatan orang tua siswa yang disampaikan kepadanya
Lebih jauh Fendri mengulas berbagai regulasi tentang larangan sekolah menjual LKS kepada siswa. Mantan anggota DPRD Provinsi Riau ini mengatakan larangan itu diatur dalam Pasal 181 Peraturan Pemerintah No 17 tahun 2010
Di situ kata Fendri diterangkan bahwa, pendidik, tenaga kependidikan dan komite sekolah di satuan pendidikan, baik perseorangan maupun kolektif dilarang melakukan kegiatan pengadaan atau menjual buku lembar kerja siswa (LKS)
“ Tidak itu saja, larangan itu juga berlaku untuk pengadaan perlengkapan pelajaran, bahan pelajaran serta pakaian seragam di setiap satuan pendidikan,” tandas Fendri.
Bahkan dikatakan Fendri, Gubernur Riau Syamsuar juga tidak setuju ada penjualan LKS kepada siswa. Sebab, Pemprov Riau telah menganggarkan BOSDA sebesar Rp 1.800.000 per siswa per tahun, untuk menambah BOS nasional Rp 1.400.000 per siswa per tahun.
“ Dengan dana sebesar itu diharapkan tidak ada lagi pungutan di sekolah untuk proses belajar mengajar, begitu harpan gubernur,” kata Fendri.
Dari kondisi yang telah terjadi di sejumlah sekolah di Kuansing, mantan wartawan majalah Gatra ini memberikan solusi kepada pihak sekolah. Caranya kata Fendri, siswa tidak boleh dipaksa untuk membeli tapi diberikan file LKS melalui PDF
Selanjutnya masing-masing siswa bisa memprint atau memfotokopi file LKS. Kalau tidak, silahkan mereka beli sendiri, tanpa dikoordinir. Sepanjang tidak dikordinir dan tidak diharuskan membeli, tidk ada masalah
Msalahnya kata Fendri, siswa dikoordinir dan diharuskan membeli dengan harga sama, walaupun membuat surat pernyataan, tetap saja namanya menjual atau pungutan. Ini kata Fendri yang dilarang dalam PP 17 tahun 2010
“ Nah, pihak sekolah sebaiknya mensiasati larangan ini dengan cara lain yang penting tidak menjual atau memungut biaya ke siswa agar nama baik sekolah tetap terjaga dan siswa bisa mengikuti tugas-tugas dari LKS, ” pesan Fendri Jaswir (smh)