TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Kadis LHK (Lingkungan Hidup dan Kehutanan) Riau, Mamun Murod serta Kapolda Riau, Irjen Pol, Agung Setya Imam Effendi harus menampakkan kerisauannya atas penggundulan hutan di Riau
Atensi harus diberikan terutama untuk kasus yang kini mencuat seperti perambahan hutan lindung Bukit Batabuh, HPT Batang Lapai Siabu dan Suaka Marga Satwa Bukit Rimbang Baling di wilayah Kuantan Singingi, Riau.
Pernyataan ini dikemukakan Pakar Lingkungan Hidup Nasional, Dr Elviriadi ketika dihubungi KuansingKita, Rabu (15/9/2021). Ia mengatakan Kadis LHK dan Kapolda Riau harus nyatakan sikapnya ke publik seperti akan atau telah memerintahkan jajarannya untuk memprioritaskan kasus deforestasi
Dari pernyataan sikapnya untuk memerintahkan jajarannya memprioritaskan (atensi) kasus deforestasi, Kadis LHK dan Kapolda Riau harus juga mengingatkan kepada jajarannya bahwa masalah deforestasi di wilayah Riau sebagai tantangan terbesar korps atau lembaga yang dipimpinnnya.
Kendati begitu, Dr Elviriadi mengatakan atensi ini tentu harus ada action plan, implementasi dan penindakan yang komprehensif. Apalagi law enforcement forestry selama ini belum maksimal. Pasalnya menurut Elviriadi tata batas kawasan hutan tidak dilakukan, mapping area dan inventory kawasan hutan.
Kepada KuansingKita Dr Elviriadi juga mengungkapkan kekhawatiranya. Ia mengatakan di beberapa tempat, para forest crime atau pelaku perambahan hutan sudah melakukan kooptasi pada oknum penegak hukum sehingga upaya pemberantasan mafia forest crime kandas atau setengah hati.
Untuk menghindari ini menurut Dr Elviriadi harus ada keserasian, keharmonisan antara Kementerian LHK Di Jakarta, Kadis LHK yang punya KPH, dan jajaran kepolisian. Selain itu harus ada kesamaan persepsi dalam memandang kasus deforestasi di wilayah Riau
“ Coba liat yang terjadi di Kuantan Singingi baru-baru ini, Wakil Bupati Kuansing yang nampak komitmennya. Langkah ini hendaknya didukung penuh oleh Gakkum Kemen LHK dan Polhut Dinas LHK dengan mengerahkan segenap kemampuan dan kewenangannya,” kata Dr Elviriadi.
Dari catatan KuansingKita, maraknya forest crime di Bukit Batabuh membuat hutan lindung di wilayah Kuantan Singingi ini kehilangan fungsi ekologi. Bahkan kini, tutupan hutan hanya bersisa12.000 hektar dari luas Bukit Batabuh 82.300 hektar
Padahal dalam RTRPS (Rencana Tata Ruang Pulau Sumatera) yang diatur melalui Perpres 13 tahun 2012 disebutkan hutan lindung Bukit Batabuh, Riau termasuk salah satu hutan lindung yang terdegradasi di Sumatera.
Artinya hutan lindung Bukit Batabuh telah mengalami degradasi disebabkan kerusakan yang cukup parah. Bukit Batabuh telah sampai pada suatu kondisi dimana fungsi ekologis, ekonomi dan sosial hutan sudah tidak terpenuhi lagi.
Seharusnya ini tidak perlu terjadi. Pasalnya dalam PP 26 tahun 2008 tentang RTRW Nasional disebutkan Bukit Batabuh sebagai wilayah yang diprioritaskan penataan ruangnya.
Untuk itu, KemenLHK diharuskan menyusun kebijakan dan strategi pengembangan pola ruang. Kebijakan ini meliputi strategi pengembangan kawasan lindung
Salah satu kebijakan itu yakni pencegahan dampak negatif kegiatan manusia yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan hidup. Namun sampai saat ini, entah kenapa kebijakan itu seperti tak bertaji. Para forest crime begitu bebas melakukan perambahan hutan
Karena itu, Pakar Lingkungan Hidup Nasional, Dr Elviriadi sangat menyesalkan Kemen LHK dan Dinas LHK Riau tidak merespon kejadian-kejadian perusakan hutan di lapangan.
Padahal katanya di Dinas LHK Riau ada Bidang Perencanaan Kehutanan dan Bidang Pemanfaatan Kehutanan yang pasti sangat tau kejadian di lapangan
“ Saya sangat kecewa. Good governance di bidang kehutanan tidak hadir. Akhirnya daerah melakukan kebijakan secara sektoral,” tutup Dr Elviriadi (smh)
Foto : Hutan lindung Bukit Batabuh dikonversi jadi perkebunan kelapa swit (dokpri)