Penulis Said Mustafa Husin (Pemred KuansingKita)
“ Hak-hak masyarakat adat memang tercantum dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945. Namun demikian kita perlu memahami dan menfasirkan dengan benar eksistensi hutan adat dalam perspektif hukum UU Kehutanan agar tidak terjebak dalam pelanggaran hukum”.
Beberapa hari lalu, sejumlah warga Desa Rambahan menggelar aksi demo di Kejari Kuantan Singingi. Mereka mendesak agar salah seorang warganya yang ditahan dibebaskan. Alasan mereka, warga yang ditahan itu tidak bersalah karena dia hanya mengarap lahan di kawasan hutan adat mereka.
Nah, apa itu hutan adat. Hutan adat dalam perspektif hukum UU Kehutanan adalah hutan yang berada di dalam wilayah masyarakat hukum adat. Kendati begitu, ketika UU Kehutanan pertama kali disusun, hutan ditetapkan hanya dalam dua kategori saja yakni hutan hak dan hutan negara. Sedangkan hutan adat berada dalam hutan negara
Dalam konsepsi Hutan Adat adalah hutan negara maka hutan adat termasuk hutan yang tidak dibebani hak atas tanah. Hanya saja pengelolaan hutan adat dapat diserahkan kepada masyarakat hukum adat setempat. Artinya masyarakat hukum adat hanyalah sebagai “kuasa dari negara” yang sekedar memperoleh hak untuk “mengelola” hutan adat.
Namun setelah UU Kehutanan digugat ke Mahkamah Konstitusi lahirlah putusan Mahkamah Konstitusi No. 35/PUU-X/2012 yang menetapkan hutan dalam tiga kategori yakni hutan hak, hutan negara dan hutan adat. Di sini hutan adat masuk ke dalam hutan hak yakni hutan yang dibebani hak atas tanah
Paska Putusan MK 35/2012 bahwa hutan adat adalah hutan hak dan bukan hutan negara, dicantumkan dalam Pasal 5 ayat (1) huruf b Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja
Sejak putusan MK 35/2012 maka besar pengakuan terhadap masyarakat hukum adat yang memiliki hak atas hutan adat mereka. Masyarakat hukum adat diakui sebagai pemilik sekaligus pengelola dari areal hutan adat mereka. Hutan adat bisa berasal dari hutan negara dan/atau bukan hutan negara
Kendati begitu, hutan adat yang bisa dimiliki dan dikelola oleh masyarakat hukum adat harus sudah melalui suatu Penetapan Pengakuan Hutan Adat. Penetapan Pengakuan Hutan Adat ini diterbitkan Kementrian Kehutanan setelah masyarakat hukum adat itu mengajukan permohonan
Permohonan pengakuan hutan adat memiliki dua syarat yakni syarat mutlak dan syarat toleransi. Syarat mutlak seperti identitas masyarakat hukum adat, peta wilayah adat, surat pernyataan yang ditandatangani ketua masyarakat hukum adat. Semua ini dilampirkan dalam berkas permohonan
Sedangkan syarat toleransi yakni sudah diterbitkannya Perda dan/atau Keputusan Gubernur/Bupati/Walikota tentang pengukuhan masyarakat hukum adat. Artinya keberadaan masyarakat hukum adat itu sudah diakui secara hukum melalui Perda. Setelah itu barulah bisa mengajukan permohonan pengakuan hutan adat
Sementara di Kuantan Singingi belum ada Perda tentang pengukuhan masyarakat hukum adat. Artinya keberadaan masyakat hukum adat di Kuantan Singingi belum diakui secara hukum melalui Perda. Karena itu pula bisa dipastikan sampai saat ini belum ada Penepatapan Pengakuan Hutan Adat di Kuantan Singingi
Kondisi ini tentu sangat memprihatinkan. Bagaimana tidak, ketika masyarakat menggarap hutan adat mereka, lalu mereka berhadapan dengan masalah hukum. Di sini posisi masyarakat sangat lemah secara hukum karena hutan adat mereka belum ada pengakuan dari Kementrian Kehutanan.
Bahkan keberadaan masyarakat hukum adat pun belum ada pengakuan secara hukum melalui Perda. Akhirnya apa yang terjadi, masyarakat yang menggarap hutan adat mereka sendiri ditangkap dan dipenjarakan. Ini tentu sangat sangat menyedihkan
Dari kondisi ini, wajar kalau kita meminta bupati dan para wakil rakyat di DPRD Kuansing untuk menggesakan penyusunan Perda tentang keberadaan masyarakat hukum adat. Setelah itu baru mengajukan permohonan pengakuan hutan adat di seluruh titik hutan adat di wilayah Kuantan Singingi.
Jika Bupati dan DPRD abai dengan Perda keberadaan masyarakat hukum adat maka sampai dunia kiamat kita tidak akan bisa mengajukan permohonan pengakuan hutan adat. Jika tidak ada penetapan pangakuan hutan adat maka masyarakat Kuansing akan sering bermasalah hukum saat menggarap hutan adat mereka sendiri (said mustafa husin)
FOTO iLSTRASI
