TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Pakar lingkungan hidup asal Riau Dr Elviriadi kurang sepakat kalau pemerintah melalui BUMN mengelola kembali lahan sitaan Satgas PKH. Ia meminta pemerintah untuk mengembalikan lahan sitaan itu menjadi kawasan hutan
Berdasarkan data yang dihimpun KuansingKita, lahan sitaan Satgas PKH dari 369 korporasi yang tersebar di 9 provinsi dan 64 kabupaten mencapai luas sekitar 1.001.674,14 hektar. Lahan ini akan diserahkan pengelolaannya kepada BUMN PT Agrinas Palma Nusantara
Dr Elviriadi yang sering menjadi saksi ahli dalam persidangan kasus-kasus lingkungan hidup, saat dihubungi KuansingKita Kamis (27/3/2025) mengatakan langkah Satgas PKH dalam penertiban akan terkesan tidak memiliki efek apapun jika lahan sitaan itu dikelola kembali melalui BUMN
Langkah tepatnya lanjut Dr Elviriadi pemerintah melalui Satgas PKH mengembalikan lahan sitaan itu menjadi kawasan hutan untuk memulihkan ekosistem hutan. Ini selaras dengan jargon pemerintah yang digaungkan selama ini seperti isu penurunan suhu bumi dan perubahan iklim atau global warming dan climate change
“ Tidak ada opsi lain kecuali mengembalikan lahan sitaan itu menjadi kawasan hutan,” tandas Dr Elviriadi
Lebih jauh Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional di sebuah organisasi berskala nasional ini menjelaskan maksudnya untuk meminta lahan sitaan itu dikembalikan menjadi kawasan hutan. Dr Elviriadi menyebutkan banyak sekali fungsi hutan untuk mahluk penghuni planet bumi ini.
Diuraikannya, hutan berfungsi untuk menjaga iklim global, hutan sebagai tempat cadangan air tanah, hutan mengatur siklus air dan koservasi tanah, hutan mengatasi pemanasan global, hutan berfungsi menahan banjir dan mencegah longsor, bahkan hutan berfungsi sebagai paru-paru dunia dan pelestarian keanekaragaman hayati
“ Kini hutan satu-satunya habitat satwa yang terancam punah seperti harimau sumatera, gajah dan sejumlah satwa terancam punah lainnya,” jelas Dr Elviriadi
Ia pun mengingatkan jika pemerintah tidak mengembalikan lahan sitaan itu menjadi kawasan hutan maka pemerintah bisa dikatakan anti ekologi, pemerintah tidak mendukung ekosistem ekologi, pemerintah tidak memiliki perspektif lingkungan. Hal ini katanya akan menjadi bom waktu yang akan meledak menjadi bencana lingkungan
“ Kalau lahan sitaan tidak dikembalikan menjadi kawasan hutan, lingkungan tidak pulih, lahan sawit sitaan akan menjadi ladang korupsi, uangnya akan habis oleh birokrat-birokrat.” kata Dr Elviriadi dengan nada penuh sesalan
Selain itu, Ia juga menegaskan jika lahan sitaan tidak dikembalikan menjadi kawasan hutan maka jargon pemerintah tentang keseimbangan ekosistem dan perubahan iklim adalah jargon kosong. Kenapa jargon kosong ? Karena jargon keseimbangan ekosistem dan perubahan iklim tidak pernah direalisasikan
“ Realitasnya pemerintah kini terkesan ingin membangun rekapitalisme,” tandas Dr Elviriadi
Ia menjelaskan rekapitalisme adalah kembalinya kapitalisme dari para cukong atau konglomerat hitam, dari penjarah hutan ke kapitalisme birokrasi. Ini akan membuat rakyat sengsara karena kapitalisme hanya berganti kulit saja, berubah warna saja
“ Seperti hp, mereka berganti casing saja,” kata Dr Elviriadi
Selain khawatir dengan masalah rekapitalisme, Dr Elviriadi juga lebih menonjolkan rusaknya ekosistem hutan. Bahkan Ia menyebutkan bom waktu akan meledak dalam bentuk bencana lingkungan jika lahan sitaan tidak dikembalikan menjadi kawasan hutan
” Seperti bom waktu, kebijakan itu akan meledak menjadi bencana lingkungan. Jadi tidak ada opsi lain, lahan sitaan itu harus dikembalikan menjadi kawasan hutan,” pinta Dr Elviriadi. (smh)
