Said Mustafa Husin (Pemred KuansingKita)
“ Aparat penegak hukum di Kuansing sangat gencar menertibkan aktivitas illegal PETI. Alasan hukumnya, tidak punya izin dan pengrusakan lingkungan. Namun setelah dicermati tidak satupun tindakan hukum itu yang berorientasi pada penyelamatan lingkungan”
Hampir seluruh kasus PETI di Pengadilan Negeri Telukkuantan atau sebelumnya Pengadilan Negeri Rengat yang bersidang di Telukkuantan tidak disertai dengan subsidair reklamasi. Putusan hukum cukup menjatuhkan sanksi pidana penjara terhadap pelaku
Semua ini tentu bermula dari pemberkasan BAP yang mengenyampingkan sanksi reklamasi. Penyidik lebih berorientasi pada sanksi pidana penjara terhadap pelaku, cukup sebegitu saja. Akibatnya kondisi lingkungan di Kuansing semakin memprihatinkan
Kini kondisi lingkungan di Sungai Batang Kuantan dan Sungai Singingi serta sejumlah sungai kecil lainnya di Kuansing sudah amburadul. Badan sungai dipenuhi “ hamburan” atau tumpukan material bekas galian PETI. Akibatnya terjadi pendangkalan
Dari pantauan KuansingKita saat menyusuri Sungai Kuantan dari gelanggang Nerosa Telukkuantan hingga gelanggang Lobuak Sobae Baserah, Kuantan Hilir beberapa waktu lalu, kondisi Sungai Kuantan terpantau sudah sangat memprihatinkan. Tumpukan material bekas galian liar ditemukan di banyak titik
Di kawasan Desa Sawah, tepatnya di hilir gelanggang Nerosa, badan sungai nyaris tertutup tumpukan material bekas galian. Begitu juga di kawasan Desa Pulau Kopung, Kecamatan Sentajo Raya, aktivitas tambang liar membuat badan sungai ditutupi material bekas galian tambang liar
Tapi yang sangat menyedihkan kondisi Sungai Kuantan di kawasan Lubuk Tilan di kawasan Siberakun, Kecamatan Benai. Padahal di masa lalu, Lubuk Tilan dikenal sebagai lubuk yang dalam dengan pusaran arus yang mudah menenggelamkan kayu-kayu besar. Arus Lubuk Tilan berpusar dari hulu ke hilir kemudian ke hulu lagi
Karena itu, di masa lalu, tongkang atau belungkang dari Rengat ke Telukkuantan atau sebaliknya selalu membuat jarak dengan arus Lubuk Tilan. Tongkang atau belungkang yang merapat ke arus Lubuk Tilan akan menghadap resiko besar bahkan berpotensi karam di seret arus dengan pusaran besar yang mengerikan
Kini kawasan Lubuk Tilan sudah tertutup material bekas galian PETI. Bahkan di kawasan Lubuk Tilan dan kawasan di hilirnya sudah bisa berjalan kaki menyebrangi Sungai Kuantan. Ini disebebakan badan sungai sudah tertutupi material bekas galian tambang liar
Kondisi serupa juga ditemukan di kawasan Kecamatan Pangean tepatnya di kawasan hulu gelanggang Tepian Rajo Pangean. Tumpukan material bekas galian tambang liar menutupi badan sungai. Kecil sekali ruang tempat air mengalir. Karena itu, di kawasan itu dipasangkan rambu-rambu di badan sungai untuk pedoman jalur yang lewat
Di Sungai Singingi serta sejumlah sungai kecil lainnya di Kuansing, kondisi badan sungai juga sangat memprihatinkan. Tumpukan material bekas galian membuat badan sungai mengalami pendangkalan. Akibatnya setiap kali hujan turun terjadi banjir bandang kemudian surut lagi
Aparat penegak hukum bukan tidak melakukan upaya untuk menindak para pelaklu PETI. Rasanya sudah tidak terhitung lagi pelaku PETI yang dijebloskan ke penjara. Namun bentuk penindakan yang dilakukan selama ini terkesan tidak bermanfaat untuk penyelamatan lingkungan. Pasalnya kondisi lingkungan yang rusak dibiarkan saja rusak tanpa ada upaya reklamasi
Dalam kondisi yang memperihatinkan ini, Pemkab Kuansing juga tidak melakukan upaya reklamasi terutama untuk sungai-sungai kecil. Jika badan Sungai Kuantan dan Sungai Singingi tidak menjadi kewenangan Pemkab Kuansing, setidaknya Pemkab Kuansing harus berupaya untuk meminta pihak berwenang melakukan normalisasi sungai seperti Balai Besar Wilayah Sungai
Jika aktivitas PETI tak kunjung berhenti, sementara upaya penindakan dari aparat penegak hukum tidak berorientasi pada penyelamatan lingkungan bisa dipastikan dalam waktu yang tidak begitu lama negeri Kuansing akan mengalami bencana besar. Sebab sungai bagi masyarakat Kuansing tidak saja memiliki nilai sosial ekonomi tapi sungai juga memiliki nilai sosial budaya
Sungai menjadi identitas budaya masyarakat Kuansing, tanpa sungai masyarakat Kuansing akan kehilangan identitasnya. Masyarakat yang kehilangan identitasnya akan terjebak dalam berbagai dilema globalisasi. Sementara arus globalisasi dengan kemajuan teknologi terus berkembang pesat
Tanpa sungai masyarakat Kuansing akan tercerabut dari akar budayanya. Masyarakat Kuansing tidak akan memahami makna hakiki dari kalah dan menang. Masyarakat Kuansing tak akan mampu lagi membentuk semangat tarung yang diajarkan budaya pacu jalur. Masyarakat Kuansing akan kehilangan nilai-nilai yang diajarkan budaya pacu jalur
Sepintas hal ini memang terlihat sepele. Tapi perlu difahami bahwa di era globalisasi dunia tak lagi memiliki sekat. Sehingga hal yang perlu dipertahankan adalah identitas budaya. Inilah hal yang paling penting untuk dipertahankan. Untuk masyarakat Kuansing, mempertahakan identitas budaya hanya bisa dilakukan dengan cara penyelamatan sungai
Dan karena itu pula, wajar kalau ke depan diharapkan aparat penegak hukum dalam melakukan upaya penindakan kasus PETI harus berorientasi pada upaya penyelamatan lingkungan. Sekalipun ratusan pelaku PETI dijebloskan ke penjara tapi kalau lingkungan yang rusak dibiarkan saja rusak, penindakan itu dipastikan tidak bermanfaat
Untuk bisa menjatuhkan sanksi reklamasi dalam penindakan kasus PETI aparat penegak hukum harus berhasil menangkap pemodal. Hanya dengan menangkap pemodal sanksi reklamasi bisa terapkan. Tapi selama ini, dalam upaya penindakan, sedikit sekali atau hampir tidak disertakan penangkapan pemodal.
Padahal pemodal ini yang membuat kasus PETI tidak pernah berhenti di Kuansing. Jika perkerjanya ditangkap pemodal akan mencari lagi pekerja baru, aktivitas ilegalnya tetap jalan. Kenapa aparat pengak hukum terkesan enggan menangkap para pemodal, walahualaam. Begitulah negeri ini (said mustafa husin)
FOTO Istimewa
