Memahami “Bandwagon Effect” dalam Memacu Elektabilitas

‘ Sering terlihat di media sosial, tim pemenangan memajang foto calon dengan kerumunan warga ketika berkunjung ke kantong-kantong suara. Tapi apa maksud dari pemajangan foto tersebut justeru tidak banyak yang tahu. Bagi mereka memajang foto yang ramai sudah kereen”
Banyak sekali gerakan-gerakan elektoral yang justeru makna filosofisnya tidak difahami oleh tim pemenangan. Ketika melihat ada calon di daerah lain pasang baliho, mereka pun pasang baliho. Ada calon di daerah lain memajang foto calon bersama kerumunan warga di media sosial mereka ikut memajang foto serupa di media sosial
Memang, memajang foto calon dengan kerumunan warga sangat baik dalam gerakan elektoral. Namun tujuannya secara filosofis harus difahami. Memajang foto bukan untuk memanas-manasi kontestan lain. Memajang foto calon dengan warga yang berjubel mengandung makna filosofi yang biasa disebut bandwagon effect.
Bandwagon effect adalah sebuah fenomena psikologis dalam marketing bisnis. Seseorang cenderung mengikuti gaya, trend. sikap dan lainnya karena banyak orang turut melakukan hal yang sama. Ketika banyak orang tampil dengan celana ketat maka trend ini akan diikuti banyak orang dan produk ini akan cepat terjual
Sementara dalam marketing politik, bandwagon effect juga merupakan fenomena psikologis. Seseorang akan memberikan dukungannya kepada calon yang didukung banyak orang. Artinya calon yang didukung banyak orang akan semakin mendapatkan dukungan. Kesan inilah yang perlu dibangun

Sebaliknya, calon yang meredup sudah pasti akan ditinggalkan pendukungnya. Alasan psikologisnya, pemilih cenderung memberikan suaranya kepada calon yang kuat. Karena itu, tim pemenangan professional tidak akan mau menampilkan foto calon dengan pendukung yang lengang
Dari paparan ini bisa difahami, pemajangan foto calon dengan warga yang berjubel bertujuan untuk menginformasikan bahwa calon di foto tersebut adalah calon kuat yang didukung banyak orang  Jika informasi ini sampai secara tepat ke ruang publik maka arus dukungan dipastikan akan mengalir semakin deras
Dalam pilkada Kuansing 2024 ini, sering terlihat foto pasangan calon dengan kerumunan warga. Misalnya tim pemenangan SDM menampilkan foto paslon nomor urut 1 dengan kerumunan warga saat kampanye di Desa Muaro Sentajo. Namun pesan yang dikemas tidak selaras dengan teknik bandwagon effect
Begitu juga tim pemenangan AYO menampilkan foto paslon nomor urut 2 bersama kerumunan warga di Kuantan Hilir Seberang. Bahkan tim pemenangan HS menampilkan foto calon bupati nomor urut 3 bersama kerumunan warga di Desa Pulau Busuk Inuman. Namun pesannya jauh dari teknik bandwagon effect
Dari pengamatan KuansingKita, pemajangan foto paslon 2 dan 3 dengan kerumunan warga itu tidak memiliki efek bandwagon karena foto itu lebih mengusung pesan bahwa wilayah paslon nomor urut 1 sudah dicaplok. Sedangkan foto paslon nomor urut 1 lebih mengedepankan euphoria ketimbang menyelaraskan dengan teknik bandwagon

Padahal kalau foto-foto seperti itu dikemas dengan caption yang tepat, caption yang mendukung teknik bandwagon, hasilnya akan sangat luar biasa. Dan lagi, jika foto yang dipajang tidak selaras dengan teknik bandwagon sudah pasti foto itu itu tidak memliki daya rangkul.
Ini bisa dibuktikan kalau semua foto-foto yang dipajang itu hanya disenangi oleh kubu masing-masing. Foto-foto itu hanya dipuja-puji oleh kubu masing-masing. Ini disebabkan foto-foto dengan kerumunan warga itu tidak dikemas sesuai teknik bandwagon sehingga foto itu tidak memiliki kekuatan daya rangkul.
Secara jujur bisa dipastikan, tidak ada orang yang menggeser pilihannya setelah melihat foto-foto itu. Padahal gerakan elektabilitas harus mengalami penguatan setiap saat sekalipun dalam skala kecil. Jika gerakan tim pemenangan mengalami stagnasi, kondisi akan sangat buruk, calon yang diusung akan kalah
Namun kalau kondisi sudah seperti ini siapa yang harus disalahkan. Pasalnya tim pemenangan sendiri sebagian besar tidak memahami teknik bandwagon. Akibatnya foto-foto dengan angel yang kuat dibiarkan bertebaran di media sosial tanpa memiliki daya rangkul.
Lebih buruk lagi, tim merasa cukup puas setelah foto-foto itu mendapatkan komentar berbau puja-puji. Sementara yang mengomentari adalah pendukung dari kubu masing-masing. Itulah yang setiap hari terjadi di media sosial. Dan semuanya hanya sebatas itu (said mustafa husin)
FOTO Productivity Guys

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...