TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Di masa lalu, sebagian besar masyarakat Kuansing beraktivitas di Sungai Kuantan. Mereka mencari ikan siang ataupun malam hari. Namun kala itu, belum ada ancaman serangan buaya
Kini, Sungai Kuantan sangat identik dengan serangan buaya. Ini disebabkan populasi buaya di Sungai Kuantan meningkat tajam. Sejak satu dekade ini buaya terus berkembang biak di sepanjang aliran Sungai Kuantan
Di Desa Teluk Pauh, Pangean beberapa tahun lalu, seorang remaja, Muhammad Ali Suhadi (14) terpaksa dilarikan ke Puskesmas Pangean setelah diserang seekor buaya. Korban mengalami luka robek di paha bagian kanan
Peristiwa ini terjadi selepas maghrib. Mulanya korban akan mandi di Sungai Kuantan atau di tepian mandi dekat rumahnya. Saat itulah, tiba-tiba seekor buaya muncul dari dalam air lalu menyerang dan menggigit paha bagian kanan korban
Dalam ketakutan korban berteriak-teriak minta tolong. Mendengar itu warga berdatangan memberikan pertolongan. Predator air yang buas itu lalu melepaskan gigitannya dan menghilang ke dalam air. Namun luka korban mendapatkan jahitan di Puskesmas Pangean
Setahun lalu, di Desa Sikakak, Kecamatan Cerenti, seekor buaya juga menyerang warga yang tengah mandi di Sungai Kuantan. Pria bernama Ahmad itu mengalami luka robek di lengan bagian kanan. Korban dilarikan ke Puskesmas Cerenti untuk mendapatkan perawatan
Serangan buaya di Desa Sikakak memang telah terjadi berulang kali. Tahun 2019 lalu, seorang warga, Maswir (62) diserang buaya saat akan mandi di Sungai Kuantan sebelum sholat subuh. Korban selamat setelah mendapatkan bantuan warga
Ceritanya begini, ketika itu subuh masih gelap, Maswir (62), warga Dusun III, Desa Sikakak, Cerenti berniat mandi sekalian mengambil wudhuk untuk sholat subuh. Maswir turun ke Sungai Kuantan dekat rumahnya
Baru saja pria baya itu berdiri di atas tepian untuk menggosok gigi, tiba-tiba terdengar suara menggelepar keras dari dalam air. Secepat kilat binatang berekor panjnag yang kemudian diketahui seekor buaya itu menerkam kakinya.
Diterkam buaya, Maswir menjerit karena terkejut bercampur takut. Tangannya memukul-mukul palung buaya itu. Akhirnya warga berdatangan memberikan bantuan. Buaya itu pun melepaskan gigitannya
Kendati telah dilepaskan buaya, namun Maswir mengalami luka di bagian kaki yang sangat serius. Warga yang berdatangan setelah mendengar jeritan Maswir langsung melarikan pria baya itu ke Pustu Sikakak kemudian dirujuk ke Puskesmas Cerenti
Di Desa Sungai Alah, Kecamatan Hulu Kuantan, buaya setiap hari berjemur di hamparan pasir Sungai Kuantan di dekat pemukiman warga. Keberadaan buaya sepanjang dua meter di hamparan pasir itu justeru jadi tontonan warga
Di Baserah, Kecamatan Kuantan Hilir, buaya sering dipanggil warga dengan cara menepuk-nepuk permukaan air. Tak lama, predator buas itu muncul ke permukaan lalu warga memberikannya makanan berupa seekor ayam
Sebenarnya buaya bukan saja berkembang biak di Sungai Kuantan tapi juga di sejumlah sungai di Riau. Misalnya di perairan Suak Obo, di kawasan Kepenghuluan Teluk Nilap, Kecamatan Kubu Babussalam, Kabupaten Rokan Hilir, Riau
Seperti dilansir sejumlah media massa Riau, di perairan Suak Obo ini, buaya menerkam seorang pemancing ikan. Peristiwa ini terjadi Jumat (20/9/2024). Warga melakukan upaya pencarian, namun korban tak ditemukan. Ternyata korban hilang ditelan buaya.
Karena itu, ketika warga berhasil menangkap buaya pemangsa itu, warga terpaksa membunuhnya untuk mengeluarkan korban dari dalam perut buaya. Inilah kesulitannya kalau terjadi serangan buaya. Sebab buaya termasuk binatang yang dilindungi
Berdasarkan PP Nomor 7 Tahun 1999, ada tujuh jenis buaya dan empat di antaranya dilindungi, salah satunya crocodylus porosus atau buaya air tawar seperti yang kini berkembang biak di Sungai Kuantan. Buaya air tawar ini termasuk hewan yang dilindungi
Larangan untuk berbagai bentuk kegiatan termasuk membunuh hewan yang dilindungi seperti buaya ini diatur dalam Pasal 21 ayat (2) UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekodsistemnya
Lantas bagaimana kalau buaya itu telah memangsa manusia. Dalam pasal 26 PP nomor 7 Tahun 1999 disebutkan satwa yang dilindungi karena suatu sebab keluar dari habitatnya dan membahayakan kehidupan manusia, harus digiring atau ditangkap dalam keadaan hidup.
Satwa yang ditangkap itu dikembalikan ke habitatnya. Apabila tidak memungkinkan untuk dilepaskan kembali ke habitatnya, satwa yang ditangkap itu dikirim ke Lembaga Konservasi untuk dipelihara. Artinya satwa yang dilindungi termasuk buaya air tawar tidak boleh dibunuh.(smh)