TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Padang Candi di Dusun Botuang, Desa Sangau, Kecamatan Kuantan Mudik, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau kini telah ditetapkan sebagai situs purbakala oleh Pusat Arkeologi Nasional
Namun demikian, proses pengungkapan situs Padang Candi ini tidak lagi berkelanjutan. Sementara data dari hasil temuan yang disajikan sangat banyak mengundang pertanyaan skeptis
Padahal pengungkapan situs Padang Candi akan membuka lembaran sejarah peradaban Negeri Kuansing. Apalagi dari sejumlah catatan situs ini disebut merupakan jejak hunian dan aktivitas manusia pada abad ke-9 M.
Dari sejumlah catatan yang dirangkum KuansingKita, penelitian arkeologi di situs Padang Candi oleh Balai Arkeologi Medan dimulai 2005 kemudian dilanjutkan 2011. Diantara rentang itu Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Riau juga melakukan observasi tahun 2007 dan 2010
Terakhir yang melakukan penelitian arkeologi adalah Pusat Arkeologi Nasional pada tahun 2012 dan 2013. Dari hasil penelitian ditemukan sisa pemukiman berupa struktur bata pada kedalaman yang tidak terlalu dalam. Sisa pondasi bangunan ini ditemukan di lokasi tertinggi tidak jauh dari lubang penggalian liar
Selain itu dalam penelitian tahun 2012 juga ditemukan dua lembaran emas (ye-te mantram) berisi mantera Budha yang disebut arkeolog sebagai prasasti. Ada juga pecahan tembikar dan keramik asing mulai dari masa Dinasti Tang abad ke-9 M hingga akhir abad ke-19 M.
Pada penelitian 2013 diketahui situs Padang Candi terdiri dari beberapa struktur bangunan. Arkeolog juga menemukan arca Nandi dari perunggu yang diduga bagian atas dari peralatan upacara peribadatan kaum agamawan di Padang Candi pada masa lalu
Informasi dari berbagai sumber data arkeologi seperti artefak dan topominis seakan situs Padang Candi sangat memiliki peran penting dalam menyibak peradaban masyarakat Kuansing di masa lalu. Situs Padang Candi diyakini tidak berdiri sendiri tapi memiliki hubungan dengan pusat keagamaan di kawasan lain pada masanya
Pandangan tentang hubungan situs Padang Candi dengan kawasan lain pada masanya diungkapkan juga oleh arkeolog, Eka Asih P Taim dalam makalahnya tentang situs Padang Candi yang telah disetujui Pusat Arkeologi Nasional Oktober 2014 lalu. P Taim menyebutkan Padang Candi di masa lalu sebagai Mandala Sriwijaya atau tempat peribadatan kaum agamawan Budha Mahayana
Jika dugaan arkeolog ini benar adanya maka situs Padang Candi yang diperkirakan dibangun di abad ke-9 M jauh lebih tua dari Kerajaan Pagaruyung yatu kerajaan Hindu-Budha yang berdri setelah Adityawarman memindahkan pusat Kerajaan Malayupura yang disebut dalam prasasti Amoghapasa, dari Dharmasraya ke Pagaruyung 1347
Namun paparan arkeolog P Taim dalam makalahnya banyak mengundang pertanyaan-petanyaan skeptis. Misalnya tentang pethirtaan, selain Sungai Kuantan, arkeolog dari Pusat Arkeologi Nasional ini mendeskripsikan pethirtaan Padang Candi berasal dari Sungai Salo (Desa Sangau) dan Rawang Udang
Pethirtaan memang sarana pokok dari komplek percandian. Sebab pethirtaan adalah air yang mengalir ke komplek candi. Selain untuk mensucikan diri sebelum peribadatan, air juga berfungsi sebagai lambang kehidupan. Namun arkeolog tidak menemukan atau belum menemukan proses pethirtaan ke komplek candi
Selain iu temuan artefak berupa arca Nandi tanpa kepala di penggalian sektor 3 pada penelitian tahun 2013. Ini tentu sedikit membingungkan. Pasalnya Padang Candi disebut sebagai Mandala Sriwijaya. Sementara Sriwijaya adalah kerajaan yang kental dengan aliran Budha Mahayana
Arca Nandi adalah arca Hindu. Sebab Nandi adalah kendaraan Dewa Siwa dalam ajaran Hindu. Kenapa sampai ditemukan arca Nandi di situs Padang Candi yang disebut sebagai penganut Budha Mahayana seperti Sriwijaya.
Pertanyaan lainnya dimana Yoni tempat arca Nandi itu diletakkan. Apalagi hampir di semua situs jarang sekali ditemukan linnga berupa arca. Sebagian yang bersisa dari puing-puing candi adalah Yoni. Namun di situs Padang Candi arkeolog justeru menemukan arca tanpa menemukan Yoni
Menjelaskan ini, arkeolog Eka Asih P Taim dalam makalahnya menyampaikan alasannya kenapa ada arca Nandi di situs Padang Candi. Ia menyebutkan dalam ajaran Budha Mahayana ada sekte yang berbau Hindu yaitu sekte Vajrayana.
Kuat dugaan masyarakat Padang Candi dulu menganut aliran Vajrayana yaitu salah satu sekte dalam Budha Mahayana yang berkembang di Sriwijaya. Sekte Vajrayana juga berkembang di situs Muaro Jambi, bahkan dalam penggalian baru-baru ini ditemukan arca Prajnaparamitha yang menjadi personifikasi dari aliran Vajrayana
Terkait dengan pethirtaan, arkeolog P Taim menyebutkan penelitian situs Padang Candi baru terfokus pada penemuan candi, sementara pethirtaan dan lokasi hunian kaum agamawan di situs Padang Candi belum dilakukan penelitian.
Situs Padang Candi bagi masyarakat Kuantan Singingi adalah marwah karena itu tidak boleh berlama-lama dibiakan menjadi sebuah teka-teki. Benarkah peradaban masarakat Kuansing sudah begitu maju pada abad ke-9 M. Jawabannya harus segera ditemukan.
Pengungkapan ini akan membuka tabir sejarah lainnya di Kuantan Singingi. Karena itu, Pemkab Kuansing, perlu mendesak Pusat Arkeologi Nasional agar terus menindaklanjuti penelitian sampai bisa terungkap berbagai fakta sejarah yang mencerminkan tingginya peradaban anak negeri Kuansing.
Untuk itu Pemkab dan DPRD harus bersepakat mengalokasikan anggaran untuk mendukung tindak lanjut penelitian. Kenapa ?, persoalannya ini adalah marwah negeri Kuantan Singingi seperti diungkapkan Kadis Pariwisata dan Kebudayaan, Azhar Ali
“Kami sangat peduli dengan situs Padang Candi karena ini marwah negeri. Jika tak ada aral merintang, pekan depan kami akan turun lagi ke situs Padang Candi,” kata Azhar Ali (smh)