Sepekan terkahir Kuansing sempat heboh dengan polemik dua tokoh yang disegani yakni Plt Bupati Suhardiman Amby dengan mantan Wabup Zulkfili. Polemik ini disajikan di media massa yang berbeda
Polemik semakin liar karena Plt Bupati Suhardiman Amby sudah keluar dari substansi polemik yakni masalah nonjob dan Dana DAK yang terancam tak jadi dikucurkan ke Kuansing
Suhardiman menyerang membabi buta sehigga polemik terkesan seperti debat yang cacat logika atau logical fallacy karena dalilnya argumentum ad hominem atau argumen yang menyerang privacy lawan debat
Sebenarnya masalah kebijakan nonjob tidaklah perlu diperdebatkan. Seperti kata Suhardiman di media massa, nonjob itu kewenangan bupati. Kendati begitu, Zulkifli juga benar bahwa nonjob tidak bisa seenaknya, ada aturan yang tak boleh diabaikan
Dalam rentang polemik ini, DPRD melalui surat nomor 170/DPRD-KS/PP/53 tanggal 20 Juli 2022 mengundang Plt Bupati dan sejumlah bawahannya untuk rapat dengar pendapat. Substansi rapat masalah kebijakan nonaktif sejumlah pejabat Pemkab Kuansing
Namun Plt Bupati lewat surat nomor 800/Setda-UM/2022/927 tanggal 27 Juli 2022 memberikan jawaban belum bisa hadir sampai menunggu hasil audit Inspektorat. Ini kan jadi lucu
Seharusnya DPRD mengundang Plt Bupati bukan lantaran kebijakan nonjob. Itu memang kewenangan bupati. Tapi DPRD mengundang Plt Bupati karena telah mengambil kebijakan atau membuat keputusan yang mengganggu pelaksanaan APBD
Plt Bupati Bupati menonaktifkan sejumlah Pokja( Kelompok Kerja) Panitia Lelang, sehingga proses tender terhenti. Ini berdampak pada proses pelaksanaan APBD karena tidak ada petugas yang akan melakukan evalusi penawaran rekanan
Bahkan di sejumlah media juga ditulis bahwa kebijakan nonjob itu membuat Dana DAK sebesar Rp 35 miliar terancam tidak dikucurkan ke Kuansing. Inilah masalah yang harus diusung DPRD, bukan masalah nonjob
Untuk menyikapi ini, DPRD harus menjalankan fungsi pengawasan. Seperti diketahui, fungsi pengawasan DPRD salah satunya melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda. Sedangkan APBD itu sendiri adalah Perda.
Jika proses tender tidak tuntas dilaksanakan lantaran Pokja dinonaktifkan berarti Plt Bupati tidak melaksanakan Perda APBD secara optimal. Disinilah peran DPRD menjalankan fungsi pengawasan
Kini Plt Bupati telah membuat keputusan, tentu keputusan ini harus dipertanggungjawabkan Plt Bupati kepada rakyat melalui wakil rakyat di DPRD.
Tambah lagi di media massa sempat ditulis bahwa Plt Bupati menemui rekanan untuk menyuruh mundur. DPRD tentu harus memastikan ini, jangan menerima informasi yang bersifat rumor
Dengan alasan ini, DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan bisa menggunakan hak interplelasi untuk mempertanyakannya dalam rapat dengar pendapat.
Jadi yang dipertanyakan bukan masalah nonjob tapi keputusan Plt Bupati yang menghambat pelaksanaan APBD. Sebab fungsi pengawasan DPRD salah satunya melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan Perda termasuk Perda APBD
Kalau sudah begini, lantas bagaimana kita sebagai rakyat, ya..kita tentu sangat berharap semua kericuhan yang terjadi bertujuan untuk mendapatkan hasil terbaik bagi negeri Kuansing. Kericuhan atau perbedaan pendapat bukan untuk kepentingan kelompok
Semoga semua kericuhan di Kuansing segera mereda. Dan para pemangku kepentingan di Kuansing bisa kembali menggesakan pembangunan Kuansing.
Apalagi Sabtu malam tadi sudah dimulai pembahasan Ranperda dan Ranperbup Pertanggungjawaban APBD Tahun Anggaran 2021. Ini mengisyaratkan APBD Perubahan 2022 akan segera dibahas. Semoga semuanya berjalan lancar.*****