Memahami Ketiadaan dan Perubahan dalam Filsafat

Said Mustafa Husin

Pemimpin Redaksi KuansingKita

Dalam percakapan sehari-hari, kita sering menggunakan kata “tidak ada”. Ketika ditanya punya rokok nggak, lalu dijawab nggak ada atau tidak ada
Begitu lumrahnya kata “tidak ada” dalam percakapan sehari-hari. Tapi dalam filsafat “tidak ada” atau “ketiadaan” ini dikuliti habis-habisan
Para filsuf sudah mulai menguliti ketidaaan ini sejak ribuan tahun lalu, sejak era Parmenides yaitu filsuf Yunani Kuno (540-470SM) hingga saat ini
Kenapa kata tidak ada atau ketiadaan ini menjadi menarik dibahas para filsuf ?. Salah satu alasannya ketiadaan ini memiliki paradoksial yang menarik
Mari sejenak kita masuk ke dalam alam pikir filsafat yang mendalam dan tajam. Alam fikir yang berpijak pada keluhuran logika
Paradoksial ketiadaan bunyinya begini ; Jika ketiadaan itu ada maka ketiadaan itu tidak ada. Jika ketiadaan itu tidak ada maka ketiadaan itu ada
Jika ketiadaan itu ada maka itu bukan ketiadaan, itu adalah keberadaan. Sehingga kesimpulannya ketiadaan itu tidak ada
Jika ketiadaan itu tidak ada, maka ada hal atau sesuatu yang tidak ada yaitu ketiadaaan. Kesimpulannya ketiadaan itu ada
Parmenides, filsuf besar sebelum Plato telah mendalami ketiadaaan ini sejak ribuan tahun lalu. Akhirny Ia sampai pada kesimpulan yang menarik
Menurut Parmenides, Kita tidak bisa memikirkan atau membicarakan hal yang tidak ada. Semua yang kita pikirkan dan bicarakan adalah hal yang ada
Parmenides sangat tidak percaya ada hal yang tidak ada. Semua yang kita pikirkan dan kita bicarakan menurut Parmenides hanya hal yang ada
Pandangan filsafat Parmenides ini banyak dijadikan rujukan para filsuf abad modern. Namun dari beberapa pandangannya ada yang memicu perdebatan hingga saat ini
Dalam pandangan fisafat Parmenides secra implisit, filsuf ini tidak meyakini adanya perubahan di dunia ini. Sebab Ia tidak percaya dengan hal yang tidak ada
Sementara substansi dari perubahan adalah proses dari ada menjadi tidak ada atau dari tidak ada menjadi ada.
Sehingga pandangan filsafat Parmenides yang hanya percaya dengan hal yang ada dianggap sesuatu yang absurd.
Pandangan filsafat Parmenides ini juga berseberangan dengan pandangan filsafat Heraklitos. Filsuf Yunani Kuno ini sangat percaya dengan perubahan
Heraklitos yang dikenal dengan adagiumnya “pantha rei kei uden menei” ini yakin tidak ada sesuatu yang tetap di dunia kecuali perubahan itu sendiri
Heraklitos pun mengemukakan pandangan filsafatnya bahwa kita tidak bisa menyeberangi sungai yang sama dua kali
Jika kita menyeberang dari satu titik dan kembali ke titik yang sama, Kita tidak menyeberangi sungai yang sama
Alasannya sungai ketika menyebrang airnya sudah hanyut ke hilir. Ketika kita kembali kita sudah menyeberangi sungai dengan air yang berbeda
Begitulah Heraklitos meyakini derasnya arus perubahan di dunia ini. Sehinga dia berpendapat tidak ada yang tetap di dunia kecuali perubahan itu sendiri
Kalau kita carikan relevansinya dengan konteks kita hari ini yaitu momentum Idul Adha tentu akan semakin menarik
Idul Adha atau Hari Raya Korban adalah momen memperingati sebuah peristiwa suci Ibrahim AS. Peristiwa penyembelihan putranya Ismail AS atas perintah Allah
Dari rentang waktu yang sudah ribuan tahun, tentu wajar kalau terjadi pergeseran penafsiran dari penafsiran awal ketika peristiwa itu pertama kali terjadi
Apalagi arus perubahan di dunia ini bergerak sangat cepat sehingga ini memungkinkan juga berdampak pada pergeseran penafsiran
Namun kenyataannya, sebagai umat muslim kita tidak pernah merasakan terjadinya pergeseran penafsiran. Kenapa ??
Peristiwa suci Ibrahim AS itu sudah dikunci Nabi Muhammad SAW dengan momentum kita hari ini yaitu Idul Adha. Sehingga tidak ada ruang untuk terjadinya pergeseran penafsiran
Sekalipun pada ruang tertentu ada geliat pergeseran penafsiran yang didesak dalil perubahan, tapi geliat itu tidak pernah keluar dari lingkaran yang kita bangun sedari kecil yaitu iman
Sehingga bagaimanapun geliat pergeseran penafsiran itu sampai kiamat pun tidak akan pernah bergeser keluar dari lingkaran iman.
Semua umat muslim yang beriman tetap akan mampu mengawal gejolak pergeseran penafsiran dari peristiw suci Ibrahim AS.
Dan lagi gejolak pergeseran penafsiran itu tak akan mampu pula menembus dinding lingkaran iman. Itulah kekuataan iman sekalipun filsafat sangat meyakini derasnya arus perubahan
SELAMAT IDUL ADHA 1443 H. Keluarga besar KunsingKita mengucapkan Mohon Maaf Lahir Bathin. Labaaik Allahuma Labaik. Labaikallah Huma Labaik (Said Mustafa Husin)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...