TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Praktisi hukum, Rizki Poliang, SH, MH meyakini mantan Bupati Kuansing, H. Mursini yang ditetapkan sebagai tersangka dan telah ditahan dalam kasus 6 kegiatan Setda Kuansing, berpeluang memenangkan gugatan jika menempuh upaya praperadilan
Kepada KuansingKita, Selasa (10/8/2021), Rizki Poliang, SH, MH mengatakan keyakinan yang dikemukakannya ini didasarkan pada telaah juridis terhadap tiga putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru diantaranya Nomor 32/Pid.Sus-TPK/2020/PN Pbr untuk terpidana Muharlius
Dua lainnya, putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru Nomor 33/Pid.Sus-TPK/2020/PN Pbr untuk terpidana M. Saleh dan putusan Pengadilan Tipikor Pekanbaru Nomor 34/Pid.Sus-TPK/2020/PN Pbr untuk memvonis terpidana Verdy Ananta.
“ Selain putusan pengadilan, telaah ini juga didasarkan pada perkembangan pemberitaan di berbagai media cetak maupun elektronik,” kata Rizki lagi
Lebih jauh Ia menjelaskan, penetapan status tersangka harus cukup alat bukti yaitu minimal dua alat bukti yang sah. Ini diatur dalam KUHAP dan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21 tahun 2014. Sedangkan alat bukti sebagaimana termaktub, diatur dalam Pasal 184 KUHAP
“ Alat bukti berdasarkan Pasal 184 KUHAP yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, keterangan terdakwa,” terangnya
Dalam kasus ini, Rizki melihat kejanggalan. Ia mengatakan jika mencermati perkembangan pemberitaan selama ini, jelas sekali bahwa salah satu alat bukti yang diduga digunakan penyidik untuk menetapkan mantan Bupati Kuansing H. Mursini sebagai tersangka merupakan keterangan terdakwa.
Padahal, sambung Rizki, jika mengacu pada Pasal 189 ayat (3) KUHAP sangat jelas bahwa keterangan terdakwa hanya dapat digunakan terhadap dirinya sendiri. Semua yang diterangkan terdakwa dalam persidangan hanya dapat dipergunakan sebagai alat bukti terhadap dirinya sendiri.
Ia mencontohkan, jika dalam suatu perkara, terdakwa terdiri dari beberapa orang, masing-masing keterangan setiap terdakwa hanya merupakan alat bukti yang mengikat pada dirinya sendiri. Keterangan terdakwa A tidak dapat dipergunakan terhadap terdakwa B, demikian sebaliknya.
Sementara kata Rizki dalam perkara tindak pidana korupsi, kekuatan alat bukti merupakan faktor penentu untuk dapat menyatakan seseorang bersalah secara hukum. Karena itu, alat bukti perlu di uji melalui upaya praperadilan.
Upaya praperadilan untuk menguji alat bukti ini penting dilakukan demi menjaga supremasi hukum, agar jangan sampai seseorang dipersalahkan dengan menggunakan alat bukti yang di duga subjektif sehingga terjadi perampasan hak azasi.
Dan lagi kata Rizki Poliang, praperadilan bukan merupakan suatu bentuk perlawanan terhadap proses penegakan hukum. Praperadilan merupakan instrumen hukum yang sengaja dibuat sebagai penyeimbang (check and balances) dalam proses penegakan hukum itu sendiri.
“ Saya sudah sering sampaikan, bahwa hukum adalah prosedur, prosedur adalah hukum, maka hukum tanpa prosedur hanya kesewenang-wenangan,” tandas Rizki
Terkait penetapan status tersangka terhadap mantan Bupati Kuansing H. Mursini, praktisi hukum yang cukup lama berkarir di Jogyakarta ini mengatakan bahwa H. Mursini sangat berpeluang memenangkan gugatan jika menempuh upaya praperadilan.
“ H. Mursini sangat berpeluang memenangkan gugatan prapid tentang pengujian sah atau tidaknya penetapan status tersangka,” pungkas Rizki Poliang. (smh)