TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Satement Kajari Kuansing Hadiman, SH, MH di sejumlah media online terkait keterangan saksi ahli Erdiansyah tentang otoritas penghitung kerugian negara mulai mengusik kuasa hukum Riski Poliang, SH, MH
Keterangan tentang siapa yang berwenang menghitung kerugian negara ini disampaikan Erdiansyah dalam sidang praperadilan untuk perkara sah atau tidaknya penetapan status tersangka yang diajukan Pemohon Hendra AP
Namun Kajari Hadiman yang juga ketua Tim Penyidik mengatakan ahli itu tidak membaca atau tidak mengetahui bahwa sudah ada putusan MK tentang perluasan pihak-pihak yang berwenang menghitung kerugian negara
Menanggapi ini, kuasa hukum Hendra AP, Riski Poliang, SH, MH dalam keterangan tertulisnya mengatakan sangat menyesalkan sikap Kajari Hadiman membahas persoalan perluasan kewenangan penyidik kejaksaan melalui media online
Seharusnya kata Riski, Kajari Hadiman selaku Ketua Tim Penyidik duduk di kursi Termohon lalu sampaikan argumentasi hukumnya di persidangan, biar berhadapan langsung dengan ahli, bukan duduk di kursi pengunjung lalu membuat opini di media massa.
” Kajari Hadiman jangan bangun opinilah,” kata Riski Poliang
Selain itu, Riski Poliang menyebutkan kesemberonohan penyidik dalam menetapkan status tersangka Hendra AP hanya berpedoman pada Surat Jaksa Agung nomor B-22/suja/A/02/2021. Riski mengatakan pijakan hukumnya sangat tidak tepat.
Riski menjelaskan rujukan Suja B-22/Suja/A/02/2021 tersebut bukanlah amar putusan MK nomor 31/PUU-X/2012, melainkan hanya “kutipan pertimbangan” hakim MK yang termuat dalam putusan MK nomor 31/PUU-X/2012.
“ Pertimbangan itu bukanlah hal yang mengikat secara hukum, jadi tidak ada kewajiban bagi penyidik untuk mengikuti pertimbangan tersebut. Sebaiknya pihak termohon juga harus update terkait putusan-putusan MK terbaru” ujar Riski.
Lebih jauh Riski Poliang menjelaskan pertimbangan hukum dari suatu putusan tidak semuanya merupakan Ratio Decidendi. Artinya pertimbangan hukum tidak selalu menjadi dasar pertimbangan hakim dalam memutuskan perkara
Menurut Riski Poliang sangat dibutuhkan ketelitian untuk menemukan Ratio Decidendi dalam suatu putusan, karena itu sebagai dasar dalam masalah dan fakta yang sama untuk mengambil keputusan yang konsisten di kemudian hari.
Dalam keterangan tertulisnya Riski juga menyinggung SEMA nomor 4 tahun 2016. Riski mengatakan dalam SEMA nomor 4 tahun 2016 sudah dijelaskan tentang siapa otoritas penghitung kerugian negara yaitu BPK seperti keterangan ahli
“ Dalam rumusan hukum kamar pidana butir 6 dijelaskan bahwa BPK yang memiliki kewenangan konstitusional menghitung kerugian negara,” jelas Riski
Dalam rumusan hukum kamar pidana butir 6 disebutkan Instansi yang berwenang menyatakan ada tidaknya kerugian keuangan Negara adalah Badan Pemeriksa Keuangan yang memiliki kewenangan konstitusional
Sedangkan instansi lainnya seperti Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan/ Inspektorat/Satuan Kerja Perangkat Daerah tetap berwenang melakukan pemeriksaan dan audit pengelolaan keuangan Negara
Namun tidak berwenang menyatakan atau men-declare adanya kerugian keuangan Negara. Dalam hal tertentu Hakim berdasarkan fakta persidangan dapat menilai adanya kerugian Negara dan besarnya kerugian Negara.
Karena itu Riski Poliang sangat yakin penetapan status tersangka Hendra AP yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Kuansing cacat hukum dan tidak berdasar, karena dalam pembuktian di persidangan penyidik hanya mengajukan bukti kerugian negara
“ Penyidik hanya mengajukan bukti kerugian negara dari hasil audit internal saja, dan itu tidak ada dasar hukumnya, dan jika itu dibenarkan, dimana dasar hukumnya itu tertuang?,” tantang Riski Poliang
Riski menambahkan pihaknya perlu menyampaikan ini agar seluruh masyarakat Kuansing ataupun masyarakat di luar Kuansing mengetahui secara hukum bagaimama proses penyelidikan dan penyidikan terhadap Hendra AP.
“ Apa yang dilakukan penyidik Kejari Kuansing patut demi hukum untuk di batalkan,” tandas Riski Poliang. (smh)