Kini Harimau “Mengganas” di Sumatera Selatan. Apa Penyebab Sebenarnya

TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Di Kuansing, informasi tentang harimau sumatera (panthera tigris sumatrae) nyaris tak terdengar lagi. Sudah hampir satu dekade, kita kehilangan jejak. Seluruh pelosok hutan dan belukar di Kuansing sepertinya tak lagi menjadi habitat harimau.
Ini sangat berbeda dengan Sumatera Selatan. Beberapa hari lalu, Kamis (9/1/2020), binatang buas dengan cakar yang tajam ini menyerang warga. Korban Martam (60) diserang harimau saat  pulang mencuci dari pancuran dekat gubuknya.
Informasi yang dirangkum dari berbagai media menyebutkan peristiwa ini terjadi di Dusun Talang Resam, Desa Penindaian, Kecamatan Semende, Kabupaten Muara Enim, hanya sekitar 600 meter dari Hutan Lindung Bukit Jambul Gunung Patah.
Kamis sore itu, sekitar pukul 17.30 wib, korban baru pulang dari mencuci di pancuran, dalam perjalanan pulang ke gubuknya tiba-tiba seekor harimau menyerangnya. Bersyukur korban tidak kehilangan nyawa, hanya mengalami luka cakar di bagian paha. Korban Martam selamat setelah melakukan perlawanan.
Di Sumatera Selatan, sepanjang tahun 2019 lalu, terjadi 15 kali serangan atau konflik harimau-manusia. Dari jumlah itu sebanyak 5 orang korban tewas. Sebelumnya, Sabtu (28/12/2019) lalu, seorang wanita Sulistiwati (30) warga Desa Talang Tinggi, Kecamatan Semendo, Kabupaten Muara Enim tewas diterkam harimau saat sedang mandi di sungai
Seminggu sebelumnya, Minggu (22/12/2019) juga terjadi serangan harimau. Korban Suwadi (60) petani warga Desa Pajar Bulan, Kecamatan Mulak Ulu, Kabupaten Lahat ditemukan tewas mengenaskan dengan potongan tubuh yang terpisah.Saat itu Suwadi merupakan korban keenam serangan harimau dalam kurun waktu Desember 2019 lalu.
Ilustrasi harimau sumatera. (Foto Antara/Rosa Panggabean)
Banyak pihak menduga, tingginya ancaman harimau di Sumatera Selatan akibat peristiwa kebakaran hutan. Binatang buas yang dilindungi ini telah kehilangan habitatnya. Berdasarkan data Citra Satelit Landsat 8 OLI/TIRS dioverlay dengan data sebaran hot spot yang dirilis Direktorat PKHL Kemen LHK, luas kebakaran hutan tahun 2019 di Sumatera Selatan 328.457 hektar.
Ini jauh lebih tinggi dari luas kebakaran hutan di Riau tahun 2019 yakni 90.233 hektar ataupun luas kebakaran hutan di Jambi tahun 2019 yakni seluas 56. 593 hektar. Bukan  saja di Sumatera, tapi untuk seluruh wilayah di Indonesia, luas kebakaran hutan dan lahan Sumatera Selatan berada di posisi teratas, dibawahnya Kalimantan Tengah 303.881 hektar.
Namun mengutip CNN Indonesia, Gubernur Sumsel, Herman Deru justeru menuding korporat PT Supreme Energy Rantau Dedap (SERD) yang merupakan anak perusahaan PT Supreme Energy menjadi biang terusiknya habitat harimau di hutan lindung. Ia mengatakan PT SEDP telah mengeksploitasi panas bumi di kawasan habitat harimau di hutan lindung.
Peusahaan ini kata Gubernur telah mengeksploitasi 200 hektar hutan lindung dalam status pinjam pakai kawasan hutan (PPKH). Kawasan hutan 200 hektare tersebut merupakan bagian dari hutan lindung yang menjadi habitat satwa liar, termasuk harimau Sumatera yang belakangan sering menyerang masyarakat di kawasan tersebut. Herman Deru minta perusahaan mengembalikan funsgi hutan lindung.
“Untuk Supreme yang sedang beraktivitas untuk geothermal itu, segera gantilah lahan 200 hektare PPKH itu. Jangan dihambat-hambat karena itu habitatnya harimau. Kalau tidak, saya datangi kantornya,” ujar Deru, seperti dilansir CNN Indonesia 17 Desember 2019 lalu. (kkc)

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...