SALAM REDAKSI – Sejak Kuansing berdiri, negeri dengan wilayah yang terhampar di Rantau Kuantan dan Rantau Singingi ini, sudah empat kali melaksanakan pemilihan kepala daerah. Tiga kali diantaranya melalui pemilihan langsung, hanya satu kali melalui pemilihan di DPRD Kuansing.
Ketika pemilihan di DPRD Kuansing terpilih Rusdi S.Abrusy sebagai bupati dan Asrul Jaafar sebagai wakil bupati. Setelah itu dua kali berturut-turut H Sukarmis terpilih sebagai bupati dalam pemilihan langsung, selepas itu terpilih H.Mursini.
Untuk Pilkada 2020 nanti, sudah empat tokoh Kuansing yang mengambil formulir pendaftaran di sekretariat partai politik untuk mencalonkan diri sebagai Bupati Kuantan Singingi. Mereka wajah lama semua, hanya Andi Putra yang belum pernah bertarung dalam Pilkada.
Sebut saja H.Mursini, sudah tiga kali bertarung dalam Pilkada Kuansing, dua kali sebagai calon bupati dan satu kali calon wakil bupati. H.Halim juga sudah pernah ikut kontestasi Pilkada satu kali sebagai calon wakil bupati. Suhardiman Amby, pernah menjadi calon bupati.
Hanya Andi Putra yang belum pernah sama sekali ikut bertarung dalam kontestasi politik Pilkada. Namun begitu, Andi Putra sudah berpengalaman dalam mengusung calon Pilkada. Setidaknya pengalaman itu diperolehnya ketika mengusung pasangan IKO dalam Pilkada lalu.
Dari pengalaman mereka dalam kontestasi politik Pilkada, tentu sudah bisa dipastikan bahwa tokoh yang akan maju sebagai calon bupati dalam Pilkada Kuansing nanti adalah tokoh yang berpengalaman dalam politik Pilkada. Mereka bukanlah pertarung biasa.
Lihat saja, manuver H.Mursini saat mengambil formulir pendaftaran di sekretariat partai politik, petang tadi. Tokoh yang pernah dilantik sebagai bupati dan wakil bupati Kuansing ini, mengambil formulir tidak dengan pasangannya.
Sikap H.Mursini ini mengundang tanda tanya. Kenapa H.Mursini mengambil formulir tidak dengan pasangannya. Padahal tokoh lain mengambil formulir langsung dengan pasangannya. H.Mursini justeru mengambil formulir hanya untuk dirinya saja.
Tidak ada komentar dari kubu Mursini terkait hal ini. Sementara ruang publik sudah sesak dengan tanda tanya, kenapa, kenapa dan kenapa. Tapi apa yang dilakukan H.Mursini ini sah-sah saja. Buktinya tidak ada larangan dari partai politik.
Masalah aturan mengambil formulir di seketariat parpol memang sepenuhnya diatur oleh masing-masing partai politik karena itu tidak berada dalam wilayah kewenangan KPU. Jangankan mengambil formulir, untuk memberikan dukungan juga kewenangan masing-masing parpol
Apakah parpol akan memberikan dukungannya tanpa harus mengambil formulir, itu sepenuhnya hak partai politik. Bahkan partai politik juga berhak menolak H.Mursini karena tidak mengambil formulir dengan pasangannya. Artinya, menerima atau menolak itu kewenangan partai politik.
Kini kita kembali ke langkah H.Mursini yang terkesan menyembunyikan pasangannya. Ini pula yang membuat publik semakin penasaran ingin tahu. Tapi bagi para analis politik lokal, seharusnya sikap ini sudah bisa dijadikan identifikasi bahwa H.Mursini juga menyembunyikan gerakannya dan jaringannya.
Ini tentu bagian dari strategi dalam kontestasi politik yang harus dimainkan saat menghadapi persaingan yang sangat ketat. Namun demikian, tentu perlu pula kita berikan catatan bahwa sembunyi dan menyembunyikan” tidak selalu bermuara jernih.
Kondisi “sembunyi dan menyembunyikan” akan menjadi buruk, jika orang-orang di sekitar H.Mursini saat ini maupun nanti juga ikut menyembunyikan identitas politiknya. Orang-orang seperti inilah nanti akan main sembunyi-sembunyi, akhirnya mereka berani “lempar batu sembunyi tangan”.***