TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Presiden yang digelar di Mahkamah Konstitusi sepertinya menjadi panggung bagi alumni Universitas Gajah Mada.
Sedikitnya enam alumni Unversitas Gajah Mada Jokjakarta terlibat dalam PHPU Pilpres di MK yang digelar beberapa hari ini. Lima diantaranya advokad dan saksi ahli, sedangkan satu lainnya hakim MK.
Lima advokad dan saksi ahli masing-masing ahli hukum pidana Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej, Denny Indrayana, Heru Widodo, Iwan Satriawan, serta Lutfhi Yazid.
Sedangkan satu lainnya adalah professor Eny Nurbaningsih. Prof Eny bukan saksi ahli ataupun advokad tapi wanita alumni UGM ini adalah Hakim MK.
Ada yang perlu menjadi catatan dalam PHPU yang digelar beberapa hari lalu. Tim hukum Prabowo-Sandi mengaku telah mengeluarkan uang mencapai miliaran rupiah hanya untuk biaya fotokopi formulir C1 yang diajukan sebagai bukti.
Pernyataan itu disampaikan anggota tim hukum Prabowo-Sandi, Iwan Satriawan. Iwan mengatakan tak hanya pihaknya yang mengeluarkan uang miliaran rupiah, tetapi juga Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Menurut Iwan, uang miliaran rupiah yang harus dikeluarkan untuk biaya fotokopi tersebut tak terlepas dari sistem Pemilu di Indonesia yang masih konvensional.
Saat ini, kata Iwan, sudah terjadi lompatan besar di dunia karena sudah masuk era digital. Seharusnya, penyelenggaraan pemilu juga bisa dilakukan dengan mengikuti perkembangan zaman.
Terkait dengan keptusan MK, baik Tim hukum 01 mapun tim hukum 02 sama-sama sepakat untuk menghormati dan menerima apapun putusan Majelis Hakim dalam sidang sengketa perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU).
“Apapun putusan Mahkamah Konstitusi akan kami hormati dan kami terima dengan baik,” ujar Yusril dalam penyampaian laporan penutupan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, seperti dilansir CNN Indonesia, Jumat (21/6).
Sementara itu, Ketua Tim Hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Bambang Widjojanto mengatakan pihaknya juga siap menerima apapun keputusan MK.
Bambang pun mengatakan ada tugas yang belum selesai setelah putusan MK dibacakan nantinya. Menurutnya, semua pihak harus berupaya agar Indonesia terus lebih baik.
Ditempat terpisah, Ketua KPU Arief Budiman berharap seluruh pihak menahan diri. Saat ini katanya keputusan terkait sengketa Pilpres 2019 berada di tangan para hakim konstitusi. KPU menyerahkan hasil sepenuhnya kepada MK.
“Semua harus mampu menahan diri, sekarang kita serahkan pada Mahkamah, dan kita menyiapkan diri semuanya untuk bisa menerima putusan Mahkamah apapun, termasuk penyelenggara pemilu,” kata Arief di Gedung MK.
Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman telah menutup sidang sengketa pilpres pada Jumat malam, setelah mendengarkan keterangan saksi fakta dan ahli yang dihadirkan tim hukum Jokowi-Ma’ruf
Sidang ditutup dengan pembacaan alquran surat An-Nisa ayat 135. Surat itu bercerita soal kewajiban orang beriman untuk menjadi hakim yang adil. Surat An-Nisa ayat 135 dibacakan oleh kuasa hukum 02 Zulfadli.
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biar pun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapak dan kaum kerabatmu. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika kamu memutarbalikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui segala apa yang kamu kerjakan,”demikian kira-kira terjemahan ayat tersebut dalam bahasa Indonesia.(Dirangkum dari berbagai sumber)