SALAM REDAKSI – Kalau pemerintah masih saja menggagas program peningkatan ekonomi masyarakat secara “zig zag” dan tidak terarah, jangan harap hasil akan dicapai. Malah program yang digagas pemerintah justeru membuat rakyat semakin bingung.
Bagaimana tidak. Mulanya, Wabup Halim menggagas program 1,5 juta bibit sawit. Tujuannya sudah pasti untuk peningkatan ekonomi masyarakat. Herannya, belum tuntas program ini, masyarakat sudah diiming-iming lagi dengan program bertanam ubi kayu untuk tepung tapioka.
Program bertanam ubi kayu ini dibahas hingga pembangunan pabrik tepung tapioka. Sayangnya, program bertanam ubi kayu belum direalisasikan, masyarakat ditawarkan lagi program baru yang menjanjikan yakni program bertanam Serai Wangi.
Buruknya, ketika program bertanam ubi kayu dikampanyekan, program yang sebelumnya diunggulkan yakni program bibit sawit langsung dikemas menjadi “usaha tani yang menakutkan”. Kepada masyarakat disampaikan, bibit sawit yang dibagikan kepada petani sebagian bibit palsu.
Bahkan kepada masyarakat juga disampaikan dibanding membangun kebun sawit lebih baik bertanam ubi, bertanam sawit membutuhkan dana yang relatif besar. Sedangkan bertanam ubi biayanya lebih ringan. Apa tidak membingungkan mengikuti pejabat dengan program seperti ini.
“ Dibanding bertanam sawit, bagus tanam ubi. Sebab, biayanya lebih ringan dibanding bertanam sawit,” kata Wabup H.Halim seperti dilansir GoRiau Kamis (8 Desember 2016)
“ Perkebunan sawit butuh pembiayaan yang cukup besar. Sehingga, untuk itulah pertanian ubi kita upayakan hadir di Kuansing,” kata Halim lagi masih di GoRiau pada edisi yang sama.
Program yang digagas “zig zag” dan tidak terarah seperti inilah yang membuat rakyat merasa serba salah. Tidak diikuti program ini terkesan sungguh-sungguh. Bayangkan, untuk program bertanam ubi kayu, Wabup Halim beserta sejumlah pejabat Kuansing berangkat study banding ke Pulau Jawa.
Dari situ, terkesan program ini akan diterapkan secara sungguh-sungguh. Sebab rombongan pejabat yang berangkat ke Pulau Jawa sudah pasti mengunakan SPPD dari uang rakyat. Tapi tak apalah kalau memang untuk peningkatan kesejahteraan rakyat.
Apalagi bertanam ubi kayu yang akan dijadikan tapioka akan ditampung perusahaan besar seperti pabrik kertas PT RAPP. Ini gagasan yang sangat bagus. Rakyat akan hidup sejahtera dengan bertanam ubi kayu. Seperti kata Halim biayanya lebih murah dari bertanam sawit.
Tapi kenyataannya apa ?, semua omong kosong belaka. Program bertanam ubi kayu yang telah memberangkatkan sejumlah pejabat Kuansing ke Pulau Jawa tak jadi direalisasikan. Program ini diganti lagi dengan program bertanam Serai Wangi.
Untuk program Serai Wangi, Wabup Halim dan rombongan berangkat lagi study banding ke perkebunan dan tempat penyulingan Serai Wangi Sumatera Utara tepatnya di Batang Kuis, Medan Sumatera Utara. Rombongan ini seperti dilansir Riaugreen, berangkat Jumat (4/1/2019)
Sama seperti program ubi kayu, program Serai Wangi juga terhenti begitu saja. Tapi yang sangat menyesakkan, Wabup Halim saat menghadiri acara “halalbilhalal” Desa Pulau Rengas, Kecamatan Pangean Jumat (7/6/2019) malam melontarkan pernyataan yang mengejutkan.
Di depan masyarakat Desa Pulau Rengas, Wabup Halim begitu lantang mengatakan bahwa bibit sawit yang dibagikan kepada petani sebagian palsu. Bibit yang disediakan kontraktor pengadaan menurut Halim tidak sesuai speck.
“ Ketika bibit ini datang pertama kali di Baserah, saya tolak, namun tetap dimasukkan juga, begitu juga yang ada di Inuman dan Gunung Toar. Saya minta kembalikan karena bibitnya palsu,” kata Wabup Halim seprti dilansir Riauterkini Sabtu (8/6/2019)
Kalau memang benar sebagian bibitnya palsu tentu yang sangat dirugikan adalah petani penerima bantuan bibit. Sudah dipastikan tanaman sawit mereka tidak akan berproduksi. Setelah menunggu bertahun-tahun, tanaman sawit tidak berbuah. Tapi kenapa dibiarkan.
Untuk ini Halim berdalih dia hanya orang kedua. Selain itu, ada pula alasan lainnya. “ Bibitnya tidak sesuai speck yang kita ajukan, kalau kita teruskan kadisnya bisa masuk penjara,” ujar Wabup Halim di Riauterkini pada edisi yang sama
Sikap beginilah yang membuat kita semakin pusing. Katanya sangat peduli kepada rakyat. Semuanya dilakukan ikhlas untuk rakyat. Tapi kenapa Halim begitu tega melihat ratusan rakyat bertanam bibit palsu hanya karena mempertimbangkan satu orang pejabat saja.
Kalau begini, wajarkan kita bertanya, apa benar pernyataan Halim yang selalu mengaku peduli dan ikhlas untuk rakyat, keluar dari lubuk hatinya. Kita wajar pula berprasangka, bisa jadi Halim hanya ingin menjadikan rakyat sebagai kelinci percobaan atau hanya untuk permainan politik belaka.
Kendati begitu, kita tentu masih berharap, semoga saja prasangka buruk kita ini tidak benar adanya. Namun kalau begini rakyat perlu mengeluh, semua itu perlu dikritik. Negeri ini tampaknya memang tidak boleh dibiarkan lengang dari kritik.
Untuk ini sebaiknya kita kutip larik sajak penyair yang hilang diculik 1998 lalu, Wiji Tukul. “Bila rakyat tidak berani mengeluh itu artinya SUDAH GAWAT. Dan bila omongan penguasa tidak boleh dibantah KEBENARAN PASTI TERANCAM”