TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Masa depan harga sawit Indonesia semakin suram setelah langkah solusi yang digagas pemerintah terkulai tak berkutik dibawah cengkeraman Uni Eropa. Uni negara-negara Eropa ini benar-benar menutup seluruh jalan keluar dari permasalahan harga sawit Indonesia.
Bayangkan, pemerintah Indonesia tengah mencarikan jalan keluar dari anjloknya harga sawit di pasaran dunia. Pemerintah berencana akan membangun industri biodiesel yang bahan bakunya dari produksi CPO Indonesia. Dengan cara ini, harga sawit petani diperkirakan tidak anjlok lagi.
Namun Uni Eropa menjegal langkah Indonesia dengan mengeluarkan Delegated Regulation Supplementing Directive of The UE Renewable Energy Directive (RED) II yaitu aturan tambahan dalam petunjuk untuk energi terbarukan.
Dalam aturan tambahan itu, Uni Eropa menambahkan larangan penggunaan minyak kelapa sawit sebagai biofuel atau biodiesel. Tentu saja larangan itu akan mempersulit Indonesia. Pasalnya Indonesia akan memproduksi biodiesel dari minyak kelapa sawit untuk mengatasi anjloknya harga.
Buruknya lagi, aturan tambahan yang melarang penggunaan minyak kelapa sawit itu telah diserahkan ke Parlemen Uni Eropa pertengahan Maret lalu. Kini dalam proses untuk pengambilan keputusan. Padahal Indonesia tengah meloby negara-negara Uni Eropa.
Dikutip dari CNN Indonesia, langkah yang dilakukan Uni Eropa ini jelas sekali menjegal Indonesia. Larangan penggunaan minyak kelapa sawit sebagai biofuel secara tidak langsung menghambat langkah Indonesia dalam mengatasi anjoknya harga
Karena itu, pemerintah Indonesia kini menyiapkan strategi hukum untuk melawan Uni Eropa di hadapan Organisasi Perdagangan Dunia (WHO). Tampaknya hanya ini langkah yang bisa dilakukan Indonesia karena permasalahan kelapa sawit telah mengarah ke ranah litigasi.
Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan mengatakan persoalan kelapa sawit telah mengarah ke ranah litigasi atau proses penyelesaian perselisihan hukum di pengadilan, bukan lagi pada ranah diplomasi.
Oke Nurwan sangat menyesalkan UE bersikeras menyerahkan Delegated Regulation kepada Parlemen Uni Eropa. Padahal berbagai upaya pendekatan telah dilakukan oleh Indonesia. Bahkan sampai saat ini pemerintah Indonesia terus berupaya melakukan negosiasi dengan UE.
Malaysia juga merasa dirugikan oleh kebijakan Uni Eropa mengeluarkan Delegated Regulation. Seperti dikutip dari Kantor Berita Bernama, Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad juga akan memberikan perlawanan.
Perdana Menteri Mahthir Mohammad membuka kemungkinan untuk membatalkan rencana pembelian jet tempur dari Uni Eropa jika Uni Eropa terus menerapkan diskriminasi produk kelapa sawit.
Mahathir menuturkan Malaysia bisa saja melirik pesawat militer buatan negara lain seperti China untuk menggantikan armada angkatan udaranya yang mulai usang, yakni jet tempur buatan Rusia Mig-29.
Malaysia sebelumnya diketahui berencana membeli sejumlah jet tempur Dassault Rafale buatan Perancis atau Eurofighter Typhoon.
“Jika mereka terus melakukan aksi melawan kami, kami akan berpikir untuk membeli pesawat-pesawat dari China atau negara lain,” ucap Mahathir seperti dikutip kantor berita Malaysia, Bernama. (kkc)