Banjir Petapahan adalah Tragedi yang Harus Dicatat dalam Sejarah Lingkungan Kuansing

TELUKKUANTAN (KuansingKita) – Ketua Forum Daerah Aliran Sungai (DAS) Riau, Ir Mardianto Manan MT merasa prihatin dengan musibah banjir bandang yang melanda wilayah Desa Petapahan, Kecamatan Gunung Toar, Kuansing, Rabu (27/2/2019).
Kepada KuansingKita, Kamis (28/2/’2019) sore, Mardianto Manan mengatakan musibah banjir yang merobohkan dan menghanyutkan bangunan rumah serta menumbangkan sejumlah pohon di Petapahan adalah bencana dan tragedi yang harus di catat dalam sejarah lingkungan hidup Kuansing.
Mardianto tidak membantah kalau banjir Petapahan adalah bencana alam. Namun demikian,  Ia meyakini penyebab semua itu tidak terlepas dari faktor manusia. Musibah banjir itu disebabkan kerusakan lingkungan oleh faktor manusia.
“ Banjir memang bencana alam, tapi penyebabnya faktor manusia. Manusia yang merusak lingkungan,” kata Mardianto
Intelektual Muda Riau asal Kuansing ini membeberkan institusi yang dibawahinya, Forum DAS Riau telah lama memantau kondisi sungai di Kuansing dan sejumlah sungai lainnya di Riau. Di Kuansing kata Mardianto sebagian besar sungai-sungai kecil mengalami pendangkalan.
Ia memastikan pendangkalan itu disebabkan aktivitas penambangan illegal yang marak di Kuansing sejak belasan tahun lalu. Setiap hujan turun, material bekas galian tambang dihanyutkan arus ke hilir sungai. “Inilah yang menyebabkan pendangkalan di badan sungai,”katanya
Menurut Mardianto kondisi semakin buruk karena pendangkalan dibiarkan berlarut tanpa adanya upaya normalisasi dari pemerintah secara berkala. Ini katanya bisa jadi karena terbatasnya anggaran daerah. Akibatnya pendangkalan semakin tak terkendali karena sedimen semakin menumpuk.
“Itulah sebabnya ketika hujan turun, air sungai meluap kemudian selang beberapa jam kemudian surut kembali,” papar Mardianto.
Banjir Petapahan menurut Mardianto disebabkan badan sungai sudah mengalami pendangkalan oleh sedimen. Material bekas galian tambang selama ini sudah menebal di badan sungai. Akibatnya badan sungai semakin dangkal, air sungai meluap dan menenggelamkan desa.
Mardianto menghimbau agar tragedi Petapahan ini dijadikan pelajaran berharga bagi masyarakat Kuansing. Kedepan, pemerintah dan masyarakat harus secara bersama-sama atau bersinergi mengawasi sungai dari berbagai aktivitas yang merusak lingkungan.
“ Jangan sampai tragedi ini terulang kembali, cukong yang dapat uang rakyat yang menanggung musibahnya. Jaga sungai kita,” tegas Mardianto
Dalam perbincangan sore tadi, Mardianto juga menyesalkan pimpinan daerah seperti bupati, wakil bupati dan sekda tidak berada di tempat ketika musibah Petapahan terjadi. Menurut Mardianto, kendati ada tugas penting yang harus diselesaikan bupati, seharusnya wakil bupati ataupun sekda bisa pulang ke daerah lebih awal karena rakyat tengah dilanda musibah.
“ Inilah yang sangat saya sesalkan. Sikap tidak peduli itu sangat melukai hati rakyat,” sesal Mardianto.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...