TELUKKUANTAN (KuansingKita.com) – Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Kebersihan dan Pertamanan, Jeprinaldi mengaku sangat menyesalkan kebijakan BPKAD yang mempersulit kucuran dana SPM-UP (Surat Perintah Membayar – Uang Persediaan) dengan berbagai persyaratan.
Jeprinaldi mengatakan persyaratan yang ditetapkan BPKAD itu salah satunya menyerahkan daftar rencana rasionalisasi sebesar 15 persen dari seluruh kegiatan di masing-masing OPD (Organisasi Perangkat Daerah). Persyaratan itu kata Jeprinaldi tidak mengacu pada peraturan perundang-undangan.
“ BPKAD memberikan persyaratan rasionalisasi untuk kucuran dana SPM-UP. Kalau daftar rasionalisasi yang diserahkan belum mencapai 15 persen, BPKAD belum mau memberikan persetujuan kucuran dana SPM-UP untuk OPD,” kata Jeprinaldi kepada KuansingKita.Com,
Jeprinaldi menambahkan, karena persyaratan itu, kini sebagian besar OPD belum bisa mengucurkan dana SPM- UP. Padahal katanya dana SPM-UP adalah Uang Persediaan yang sangat dibutuhkan masing-masing OPD untuk menjalankan tugas-tugas pemerintahan.
Menanggapi itu, Kepala BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah), Hendra AP kepada KuansingKita.com mengatakan tudingan seperti itu sangat tidak benar. BPKAD kata Hendra tidak pernah memberikan persyaratan berupa daftar rasionalisasi 15 persen sebagai syarat untuk kucuran dana SPM-UP.
“Itu tidak benar. Itu hanya salah penafsiran saja,” kata Hendra
Hendra menjelaskan, keterlambatan kucuran dana SPM-UP di beberapa OPD bukan karena belum terpenuhinya persyaratan rasionalisasi 15 persen. Keterlambatan itu kata Hendra sebagian besar disebabkan ada permasalahan internal yang belum terselesaikan di masing-masing OPD.
“ Keterlambatan itu bukan karena adanya persyaratan, tapi ada masalah internal di masing-masing OPD yang belum terselesaikan,” tandas Hendra
Kendati demikian, Hendra memang mengakui kalau BPKAD meminta daftar rencana rasionalisasi sebesar 15 persen untuk masing-masing OPD. Tapi itu katanya bukan sebagai persyaratan untuk mengucurkan dana SPM-UP. “ Tidak pernah BPKAD menetapkan daftar rasionalisasi sebagai persyaratan. Pernyataan itu hanya ingin memojokkan BPKAD saja,” sesal Hendra
Lebih jauh Hendra menjelaskan, daftar rencana rasionalisasi itu diminta BPKAD sebagai acuan kalau seandainya nanti kebijakan rasionalisasi direalisasikan. Sehingga BPKAD sudah punya acuan skala prioritas kegiatan dari masing-masing OPD.
Hendra menambahkan dalam kondisi APBD seperti saat ini sulit rasanya untuk tidak melakukan rasionalisasi. Pasalnya memasuki tahun anggaran 2018, APBD Kuansing 2018 sudah mengalami defisit sebesar Rp 70 miliyar. Jika nanti kucuran dana pusat masih bermasalah, bisa diperkirakan defisit mencapai Rp 200 milyar.
Hendra merincikan, sampai akhir tahun anggaran 2017, realisasi kucuran dana DBH hanya 70 persen, Akibatnya sebesar Rp 20,1 milyar pekerjaan pihak ketiga menglami tunda bayar. Kurangnya kucuran dana pusat itu juga menyebabkan estimasi Silpa dalam APBD 2018 terkoreksi hingga Rp 20 milyar.
“ Dalam APBD 2018 Silpa diestimasikan Rp 29 milyar. Karena kurangnya kucuran dana pusat, Silpa hanya ditemukan sekitar Rp 9 milyar lebih. Jadi Silpa dalam APBD Murni 2018 itu terkoreksi lagi Rp 20 milyar,” jelas Hendra
Selain itu, ada lagi kewajiban melunasi dana TPG atau dana sertifikasi guru sebesar Rp 24 milyar. Belum lagi kelebihan Silpa dari sejumlah dana DAK sejak Kuansing didirikan, kini dihitung lagi, sehingga totalnya mencapai Rp 70 milyar.
“ Kondisi ini terjadi karena APBD 2018 lebih dulu disahkan sebelum kekurangan kucuran dana DBH diketahui secara pasti. Jadi semua itu memang tidak dialokasikan dalam APBD 2018,” papar Hendra.
Kini kata Pamong Lulusan STPDN ini, semuanya kembali kepada pemegang kewenangan. Apakah pemerintahan ini akan dijalankan melalui kebijakan rasionalisasi sehingga memasuki tahun anggaran 2019 terbebas dari beban hutang dan pekerjaan pihak ketiga tidak mengalami tunda bayar atau memang akan mengambil pilihan lain.
Pilihan lain kata Hendra seperti tidak perlu melakukan rasionalisasi. Namun pilihan ini konsewensinya sangat besar. Hutang pemerintah akan menumpuk dan pekerjaan pihak ketiga tahun ini dipastikan tidak akan bisa dilunasi. APBD diperkirakan akan defisit Rp 200 milyar.
“ Kini semua dikembalikan kepada pemegang kewenangan. Apakah dirasionalisasi atau tidak dirasionalisasi,” tutup Hendra ( Said Mustafa Husin)