TELUKKUANTAN (KuansingKita.com) – Kekhawatiran terhadap aktivitas PETI di Sungai Kuantan yang akan menimbulkan dampak kerusakan lingkungan kini mulai menjadi kenyataan. Bantaran Sungai Kuantan kini amblas di sejumlah titik di wilayah Kuansing.
Dari informasi yang dirangkum, di kawasan Muaro Tombang, Kecamatan Kuantan Mudik, tanah amblas sepanjang 1,5 kilometer dalam kondisi merengkah. Titik kerusakan sekitar 300 meter dari bantaran Sungai Kuantan. Kondisi ini terjadi sekitar 10 hari lalu.
Begitu juga di kawasan Desa Pematang Pangean, Kecamatan Pangean, bantaran Sungai Kuantan amblas sepanjang ratusan meter . Kondisi ini sudah terjadi sekitar setahun lalu. Dulunya, kawasan ini menjadi pusat aktivitas PETI di Kecamatan Pangean.
Aktivitas PETI di Sungai Kuantan juga menimbulkan kerusakan pada ruas jalan Seberang Taluk – Sangau tepatnya di kawasan Botuang, Desa Seberang Taluk. Di kawasan ini badan jalan tergerus longsor. Akibatnya badan jalan yang dulunya lebar 5 meter kini bersisa 2 meter saja.
Sungai Kuantan di kawasan ini sampai kini menjadi pusat aktivitas PETI di Telukkuantan. Herannya pemerintah dan aparat penegak hukum terkesan membiarkan saja. Buktinya para penambang PETI di sana tetap saja bebas beroperasi.
Ketua Fordas ( Forum Daerah Aliran Sungai) Riau, Mardianto Manan saat dihubungi KuansingKita.com sangat menyesalkan pembiaran yang dilakukan pemerintah dan aparat hukum terhadap aktivitas PETI di Sungai Kuantan selama ini.
“ Kalaupun ada penangkapan oleh aparat hukum, itu lebih terkesan pada pencitraan. Buktinya aktivitas PETI tetap saja marak di Sungai Kuantan,” katanya
Seharusnya sambung Mardianto, aparat bertindak tegas dan serius. Pasalnya aktivitas PETI di Sungai Kuantan telah menimbulkan kerusakan lingkungan seperti terjadinya bencana longsor di sejumlah titik sepanjang bantaran Sungai Kuantan.
Mardianto menuding semua ini terjadi disebabkan kurang seriusnya pemerintah dalam upaya pemberantasan PETI. Bahkan Mardianto mengatakan Bupati Mursini terkesan bertindak ragu-ragu karena alasan politik. Sedangkan aparat penegak hukum juga terkesan tidak sepenuh hati memberantas PETI.
Pria asal Pangean ini mengaku sangat kecewa kalau saja upaya pemberantasan PETI dijadikan momen untuk pencitraan pejabat di Kuansing. Apakah itu pejabat pemerintah maupun aparat pengak hukum. Menurut Mardianto sangat tidak layak kalau upaya pemberantasan PETI diijadikan pencitraan.
“ Pemberantasan PETI itu terkait dengan lingkungan hidup, karena itu sangat tidak layak dijadikan pencitraan,” tandas Mardianto.
Mardianto menambahkan, sebagai aktivis lingkungan dengan jati diri Kuansing, dirinya merasa terhina oleh pembiaran yang dilakukan pemerintah dan aparat pengak hukum selama ini. Ia mempertanyakan apakah pemerintah dan aparat penegak hukum harus menunggu bencana yang lebih besar lagi baru bersedia membasmi tuntas PETI di Sungai Kuantan.
“ Inilah yang membuat kita sebagai anak dengan jati diri Kuansing merasa terhina. Apakah mereka harus menunggu bencana leòbih besar lagi baru mau melakukan penertiban,” tutup Ketua Fordas Riau ini (kkc)