Menikmati Puisi-Puisi Reski Kuantan

Reski Kuantan, asal Desa Seberang Taluk, Telukkuantan, Kuansing. lahir di Telukkuantan.. Sejak kecil telah memiliki gairah terhadap karya seni dan sastra. Karya tulisnya pernah dipublikasikan di beberapa media cetak seperti Riau Pos, Media Indonesia dan sejumlah media lainnya. Puisi-puisinya pernah tergabung dalam beberapa buku antologi puisi bersama, di antaranya: Indonesia Berkaca (2011), Sepuluh Kelok di Mouseland (Kendi Aksara, 2011), KBSU (Magenta Publishing, 2011) Epitaf Arau (2012) dan Bendera Putih Untuk Tuhan (Kumpulan Puisi Riau Pos 2014).

Melepas Biduk

Biduk itu pun hilir
menempuh ceritanya sendiri
pada senja kusam
setelah berkali-kali ditikam masa silam.
Ia pernah membawaku
menyeberangi sungaimu
yang resah dan tergugu
selepas badai ketika itu.
Kuansing; 2016
Mantra Tuah
Hallo angin terbirit
yang turun dari puncak bukit
malang mantra orang dalam
tumbang adat rebahlah engkau
apa kabar?
Tanah leluhur dan pohon-pohon
dahan dan daun-daun
yang memberi hirup
teteskan denyut hidup
pada garis darah engkau
Pipit-pipit
padi-padi gabah
ilalang mengicuh mata
bersiul-siul pada selaksa
menari-nari tarian jenaka
Kilau tuai engkau
berpangkal pada tanah
berpucuk pada langit
menyayat dalam doa
panen musim tuba
Oh segala yang tumbuh
segala yang ruh
segala yang tubuh
segala yang tipu
kelak serupa engkau pula runtuh
Hallo angin sonsang
hikayat nenek moyang
derak belantara tumbang
ditiupnya pada engkau
apa kabar?
Raung tumbung traktor orang kota
tumbung-tumbung serakah
musabab sanak merumah punah
segala satwa dan saudara
menunggu kematian tiba
Oh batang sungai
batang nasib yang sansai
pada nadi engkau
pada degup engkau
mengalir mantra yang tuah
Tuah yang patah
tuah yang sembah
sembah yang jiwa
jiwa yang sembah
SembahYang Esa
Kuansing, 2015
Berkali-kali
Berkali-kali aku ingin jadi lumut
yang tumbuh di bekas pijakan kakimu
tempat kau berlama-lama
menanggung rindu dan cinta.
Lalu menyaksikan apa yang kau saksikan
langit dan hujan
muram malam atau senyap yang tajam
mungkin.
Berkali-kali aku ingin merasakan
penderitaan yang kau rasakan
kemudian menguburnya dalam-dalam
untuk diriku sendiri.
Kuansing, 2016

 

Pergi Lelakiku

Pergi lelakiku
meski jalan-jalan itu
simpang-simpang itu
dan batas-batas itu
hanya akan mengarahkanmu pada kembali
Pergi lelakiku
bukan semata-mata agar
kau kenal arah angin
kau hafal rasa dingin
kau penuhi seluruh ingin.
Pergi lelakiku
sebab tepian dan jamban ini
tak akan memberikanmu apa-apa lagi.
Kau yang datang pada riuh ini
serupa perahu kosong tanpa kemudi
mesti mengenal badai
melebihi kau kenal diri sendiri.
Berpeganglah pada harapan
sebab bila tidak
ketika itu kau telah mati.
Maka berjalanlah
dayung dayamu sendiri
seberangi kemungkinan demi kemungkinan
carilah kesepakatan
sebab kesepakatan adalah kebenaran.
Kuansing; 2015
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...